TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menyarankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding terkait dengan putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memenangkan gugatan Hadi Poernomo, bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan. Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Suhadi, pengajuan banding itu bisa dilakukan lantaran KPK memiliki kekuatan khusus dalam undang-undang komisi antirasuah itu.
"Silakan saja mengajukan banding, nanti majelis hakim pengadilan tinggi yang akan memutuskan," kata Suhadi, saat dihubungi, Selasa, 2 Juni 2015. Menurut ia, aturan banding terhadap penyidik masih relevan sampai saat ini."
Dasar hukum pengajuan banding, kata Suhadi, mengacu kepada Pasal 83 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam pasal itu disebutkan putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan akhir ke pengadilan tinggi. Artinya, KPK yang memiliki kewenangan penyidikan dapat mengajukan banding.
Suhadi juga mengatakan selain Pasal 83 ayat (2) KUHAP itu, KPK memiliki celah hukum lain dalam pengajuan banding, yaitu Pasal 77 KUHAP yang sudah direvisi Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menurut Suhadi, dalam UU KPK itu disebut komisi antirasuah tidak bisa menghentikan penyidikan. Artinya, meski penghentian penyidikan seperti yang dilakukan hakim tunggal Haswandi dalam sidang, tidak bisa segera dituruti.
Sedangkan dalam Pasal 77 soal obyek praperadilan, sebenarnya belum diatur secara jelas apakah penghentian penyidikan itu sebagai ranah obyek praperadilan atau bukan. "Karena ketentuannya kan seperti itu, tapi untuk lebih lengkapnya silakan saja mengajukan banding," ujarnya.
KPK sudah memastikan banding atas putusan praperadilan Hadi Poernomo. Pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji, mengatakan salah satu pertimbangan dalam mengajukan banding adalah adanya ultra petita atau putusan yang melebihi permohonan dalam putusan praperadilan tersebut.
REZA ADITYA