TEMPO.CO, Aceh Timur -- Bocah laki-laki berkaus hitam mendekati pos penjaga Posko Pengungsi Bangladesh dan Rohingya di Desa Bayeun, Aceh Timur, sambil tersenyum lebar. Dia langsung disambut riuh beberapa anggota Satuan Polisi Pamong Praja dan Brimob yang ada di dalam pos.
"Sini, Hossein. Sudah mandi belum?" tanya mereka saat Tempo berada di sana, Kamis, 28 Mei 2015.
Hossein tersenyum makin lebar. "Mandi? Yes yes," ucap dia. Bocah itu lantas mengoceh dalam bahasa Myanmar yang tak seorang pun paham. Walau begitu, dia tetap saja bercerita sambil tertawa-tawa.
Petugas keamanan yang iseng membalas percakapan Hossein dalam bahasa Aceh. Percakapan itu memicu gelak tawa semua orang.
Dari semua anak-anak pengungsi Rohingya, Hossein yang terlihat paling dekat dengan petugas dan relawan di posko. Sifatnya yang ceria membuat petugas senang menggodanya. Sedikit-sedikit bocah berusia 10 tahun itu pun mulai belajar bahasa Indonesia. Mandi, makan, pusing, dan nyamuk sudah menjadi kosakatanya.
Kepada Tempo, dalam bahasa Inggris sepotong-sepotong, Hossein bercerita bahwa dia di posko bersama kakak perempuannya yang berusia 15 tahun dan abangnya yang masih 12 tahun. Ayah dan Ibu mereka masih di Myanmar. "Malaysia. Brother 17 years old there," ucap Hossein menjelaskan bahwa negara tujuannya sebenarnya adalah Malaysia. Abang tertuanya sudah lebih dulu di Negeri Jiran untuk bekerja.
Tiga kakak-beradik itu menumpang perahu dari Arkan, distrik asal mereka di Myanmar, untuk menuju Malaysia. Perahu itu membawa mereka ke sebuah kapal yang diisi ratusan pengungsi Rohingya dan pencari kerja Bangladesh.
Kapal itu ditolak oleh Thailand dan Malaysia hingga akhirnya memasuki perairan Aceh. Mereka berada di laut selama nyaris empat bulan. Nelayan Aceh membawa para pengungsi itu dari tengah laut ke daratan.
Hossein, melalui salah seorang pengungsi yang bisa berbahasa Inggris lebih lancar, mengatakan kepada Tempo bahwa dia dan saudaranya meninggalkan Myanmar karena ketakutan.
"Saya lihat orang-orang di kampung saya dibunuh," kata dia sambil menaruh tangan di leher. Senyum cerianya hilang saat menceritakan kisah itu.
Mereka berharap bisa menyusul saudara tertua di Malaysia dan memulai hidup baru di sana. "Ayah dan Ibu akan menyusul dengan pesawat nanti," kata Hossein.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA