TEMPO.CO , Bandung:Belasan buruh dari Jakarta, Bandung, dan Tangerang, menuliskan pengalaman dan kisah perlawanannya saat bekerja di perusahaan. Melalui penulisan buku berjudul 'Buruh Menuliskan Perlawanannya' yang ditulis oleh sekitar 15 buruh yang berasal dari industri manufaktur.
"Pengalamannya pada masa kebebasan berserikat, tapi dengan sistem pekerja outsourcing," ujar salah seorang editor buku, Bambang Dahana, Sabtu, 30 Mei 2015.
Penggagas buku tersebut Anwar Sastro Ma'aruf, aktivis pergerakan buruh. Agus Japar Sidik, Atip Kusnadi, Dayat Hidayat, Gito Martono, dan Salsabila, misalnya, menuliskan pengalamannya bekerja sebagai buruh dan pekerja kontrak outsourcing, serta perlawanannya lewat organisasi buruh.
Tujuan penulisan untuk dokumentasi situasi pekerja dan hubungan industri di beberapa kota Indonesia, juga berbagi pengalaman, serta strategi perjuangan aktivis buruh. Sebelum menuliskan riwayatnya itu, mereka dibekali pelatihan menulis sejak Oktober 2014 hingga Januari 2015.
"Ini debutan dulu, wakil (buruh) dari sektor perkebunan, retail, tambang, belum masuk," kata Bambang, saat diskusi buku di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung.
Kisah buruh tersebut ada yang ditulis sesuai urutan waktu pengalaman dan kejadian, juga seperti menuliskan surat untuk anaknya. Salah seorang penulis, Gito Martono mengatakan, ia harus membongkar ingatan dan mengumpulkan lagi catatan aksi secara rinci.
"Yang paling susah buat saya menggambarkan suasana ketika berjuang dulu," ujar mantan pekerja di jalan tol itu.
Setelah bahan yang dibutuhkan didapat, ia menulis sepulang kerja saat malam hari ketika keluarganya telah tidur. Dari pelatihan menulis dan penerbitan buku tersebut, ia ingin menulis lebih banyak lagi seputar kondisi kerja buruh dan perlawanannya di perusahaan.
"Saya mau bikin buku juga, gagasan sudah banyak," katanya.
ANWAR SISWADI