TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat mendesak Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit anggaran pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang akan digelar Komisi Pemilihan Umum tahun ini. Permintaan itu merupakan hasil pertemuan rapat konsultasi DPR dengan BPK pada Kamis sore.
Rapat dihadiri Ketua DPR Setya Novanto dan dua Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan dan Agus Hermanto. Tampak pula Ketua Komisi II Rambe Kamaruzzaman dan Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin. Dari BPK tampak Ketua BPK Harry Azhar, Wakil Ketua Sapto Amal Damandari, dan Achsanul Qosasi.
Ketua Komisi Pemerintahan DPR Rambe Kamaruzzaman mengatakan permohonan audit diajukan karena anggaran pilkada membengkak hampir 40 persen. "Ada kenaikan dari Rp 4 miliar menjadi Rp 7 miliar," ujarnya pada Kamis, 28 Mei 2015.
Rambe menjelaskan DPR berkepentingan meminta pendapat BPK terkait pos anggaran yang akan dan telah digunakan KPU. "Keberhasilan pilkada juga ditentukan dari pengelolaan anggaran yang sejalan dengan prinsip efisiensi dan efektivitas," ujar politikus Partai Golkar tersebut.
Menurut Rambe, proses pra-audit bisa dilakukan BPK dalam konteks pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Namun sifat audit akan dibahas kembali dalam rapat kerja Komisi II DPR bersama BPK besok sore, 29 Mei 2015. "Kami akan bertanya lebih detil apa saja temuan BPK sejauh ini," katanya.
Rambe membantah jika permintaan itu dilatari oleh keengganan KPU menjalankan rekomendasi DPR terkait aturan main bagi partai politik yang tengah bersengketa. Begitu pun dengan kepentingan keikutsertaan Golkar kubu Aburizal Bakrie. "Tidak ada kaitannya dengan itu," ujarnya.
Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan akan menindaklanjuti permintaan tersebut. Meski demikian, BPK tak mungkin mengaudit seluruh dokumen anggaran karena batas waktu yang diminta DPR sangat singkat. "Kalau mau selesai dalam waktu sebulan, mungkin hanya bisa audit terbatas," katanya.
Mantan politikus Partai Golkar ini juga membantah bila lembaganya diintervensi oleh kepentingan Golkar. "Saya bukan lagi politikus partai Golkar. Yang bisa perintah saya hanya undang-undang," ujarnya. "BPK itu lembaga yang independen dan keputusan yang dibuat bersifat kolektif kolegial," ujarnya.
Sinyal permintaan audit pernah disampaikan Bendahara Umum Golkar Bambang Soesatyo ketika merespon keengganan KPU menjalankan rekomendasi DPR terkait aturan main bagi parpol bersengketa pada awal Mei lalu. Menurut dia, sikap itu merupakan pelecehan terhadap Parlemen.
Seperti diketahui, aturan main KPU bagi partai bersengketa hanya bisa diakui jika kedua kubu sudah menyepakati islah atau sengketa di antara mereka sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Sikap itu berseberangan dengan rekomendasi DPR yang meminta putusan peradilan yang ada.
"Yang pasti DPR tak akan tinggal diam. Kita akan hadapi dengan kewenangan yang kami miliki, sesuai dengan ketentuan yang diberikan undang-undang, termasuk meminta BPK melakukan audit investigasi atas penggunaan anggaran Pemilu 2014 dan persiapan pilkada serentak 2015 dan 2016," ujarnya.
RIKY FERDIANTO