TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI membekukan 26 aset tanah dan bangunan terkait dengan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang antara PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas)--sekarang Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SSK Migas). Aset-aset tersebut milik sejumlah karyawan SKK Migas dan TPPI yang diduga terlibat aliran dana TPPU dalam pembelian kondensat bagian negara.
"Itu milik beberapa orang sebagai pelaku pasif, tapi bukan milik tersangka," kata Kepala Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak, Kamis, 28 Mei 2015. Dia pun menolak menyebutkan para pemilik aset tersebut.
Adapun lokasi aset tanah dan bangunan itu berada di Jakarta, Bogor, dan Depok. Jumlah tersebut akan terus bertambah, tergantung pada hasil penyidikan. Soal pemblokiran rekening, Bareskrim menyerahkan wewenang tersebut kepada Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan. "Sekarang sedang diaudit PPATK," ucapnya.
Victor menerangkan alasan kenapa bukan aset tersangka yang dibekukan. Menurut dia, tersangka tidak mempunyai aset, bahkan rekening. "Hasil TPPU-nya diatasnamakan orang lain," ujarnya.
Kasus ini bermula saat SKK Migas menunjuk TPPI sebagai mitra pembelian kondensat bagian negara pada 2009. Proses tersebut menyalahi ketentuan aturan keputusan BP Migas nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang pedoman tata kerja penunjukan penjual minyak mentah/kondensat bagian negara. Kerugian negara yang ditimbulkan sebesar US$ 156 juta atau sekitar Rp 2 triliun.
Bareskrim telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni salah satu pendiri TPPI berinisial HW, mantan Kepala BP Migas berinisial RP, serta mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas berinisial DH. DH telah diperiksa dua kali dan RP baru sekali. Sedangkan HW absen dari pemanggilan lantaran sedang menjalani perawatan di salah satu rumah sakit di Singapura.
DEWI SUCI RAHAYU