TEMPO.CO, Jakarta - Dosen kimia Universitas Sebelas Maret Solo, Fajar Rakhman Wibowo, mengatakan pemerintah seharusnya memastikan kredibilitas pengujian beras plastik lebih dulu sebelum mengumumkan ke masyarakat. “Jangan bicara data yang tidak jelas,” kata Fajar saat dihubungi, Kamis dinihari, 28 Mei 2015.
Kasus beras plastik semakin simpang siur ketika Sucofindo dan Badan Peneliti Obat dan Makanan mengumumkan hasil yang berbeda saat menguji beras yang diduga mengandung plastik. Sejak awal, PT Sucofindo (Persero) menyatakan beras temuan Dewi Septiani, warga Bekasi, dua pekan lalu, mengandung beberapa senyawa kimia. Sedangkan BPOM tidak menemukan kandungan apa pun yang berbahaya bagi manusia.
Berdasarkan akreditasi, Fajar mengatakan, Sucofindo diakui bisa menganalisis beras. Sedangkan, BPOM itu urusannya obat dan makanan, dan lebih banyak meneliti obat. Dalam akreditasinya tidak disebutkan BPOM kredibel untuk analisis polimer. Sedangkan Sucofindo yang dianalisis kompleks. “BPOM saya tidak menemukannya,” kata doktor lulusan University of Innsbruck ini.
Meski dalam kasus ini Sucofindo lebih kredibel, Fajar mengatakan, bukan jaminan Sucofindo benar. Sebab, kata dia, pernah menemukan beberapa laboratorium yang telah terakreditasi juga ngawur dalam menguji. “Pas mau akreditasi aja ngujinya beneran,” kata Fajar, yang saat ini sedang berada di Gnadenwald, Tirol, Austria, ini.
Fajar mengatakan, akreditasi itu memastikan laboratorium itu melakukan pengujian sesuai kemampuan. Akreditasi itu menyebutkan laboratorium yang bersangkutan kompeten menganalisis parameter tertentu dari material tertentu. “Ndak waton iso nguji (tidak asal bisa menguji).”
Baca Juga:
Menanggapi apakah beras plastik kemungkinan ada? Fajar mengatakan hal itu bukan bukan sesuatu yang tidak mungkin. Dari pengalamannya baru-baru ini, dia mengatakan, terlibat dalam riset mencampur plastik dengan serat daun nanas. “Artinya plastik dengan serat alam memang mungkin campur.”
Sebelumnya, Sucofindo menyatakan sampel beras mengandung tiga senyawa pelentur plastik. Namun lima lembaga pemerintah menyatakan sebaliknya: tidak ada senyawa plastik di dalam beras. Sucofindo, yang bergerak dalam bidang pemeriksaan, pengawasan, pengujian, dan pengkajian produk, bergeming.
Juru bicara Sucofindo, Hotma Muliana Sibuea, Hotma menampik dugaan alat uji pada laboratorium mereka terkontaminasi, seperti disampaikan Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti. Ia menyatakan fasilitas laboratorium Sucofindo telah mengantongi sertifikat ISO 17025. Artinya, semua alat dan proses penelitian sudah terstandardisasi dengan cermat. "Kami yakin hasil laboratorium kami akurat," kata dia di kantornya kemarin.
Hotma juga memastikan sampel diuji di laboratorium Sucofindo di Cibitung. Senyawa yang ditemukan lantas dicocokkan dengan arsip laboratorium, dan dipastikan hasilnya adalah tiga senyawa pelentur plastik, yaitu bis (2-ethylhexyl), phthalate (DEHP), benzyl butyl phthalate (BBP), dan diisononyl phthalate (DINP). Ketiganya dikenal sebagai bahan pelentur polivynil chloride yang beracun bagi manusia.
Sedangkan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Roy Sparringa mengatakan pihaknya tidak menemukan kandungan plastik dan logam berat yang biasa terdapat dalam plastik, seperti timbal. Ia menduga Sucofindo tak melakukan baku pembanding berdasarkan kesepadanan substansi hingga titik leleh. “Kami siap menemui Sucofindo untuk mendiskusikan perbedaan hasil ini,” ucapnya.
NUR HARYANTO