TEMPO.CO , Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) mencurigai hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Haswandi, menyelundupkan hukum saat memutus gugatan pra peradilan Hadi Poernomo, kemarin. Musababnya, putusan Haswandi dianggap ICW sudah jauh melampaui wewenang hakim pra peradilan.
Peneliti ICW, Lalola Easter mengambil contoh salah satu pertimbangan hakim Haswandi dalam sidang pra peradilan Hadi Poernomo yang dianggap tak sesuai. Dalam salah satu pertimbangan Haswandi, penyidikan perkara dugaan korupsi Hadi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak sah karena penyidiknya masih terikat dengan institusi penegak hukum lain.
"Padahal KPK punya aturan sendiri soal pengangkatan dan pemberhentian penyelidik serta penyidiknya, sesuai Pasal 43 ayat 1 dan Pasal 45 UU KPK," kata Lalola di kantor ICW di Kalibata, Jakarta, Rabu, 27 Mei 2015.
Lalola menambahkan, putusan hakim Haswandi sangat bertentangan dengan putusan pengadilan tindak pidana korupsi selama ini yang menghukum para koruptor. Para hakim di pengadilan tipikor tidak pernah membantah kewenangan penyelidik dan penyidik KPK dalam bekerja mengusut kasus korupsi.
"Kejanggalan lain, hakim Haswandi juga memutus penghentian perkara korupsi yang melibatkan Hadi Poernomo," kata dia.
Lalola pun meminta Mahkamah Agung segera bertindak menyikapi masalah ini. ICW mendesak Mahkamah Agung segera memerika hakim Haswandi dan putusannya demi memastikan keabsahan sidang pra peradilan Hadi Poernomo. Selain itu ICW meminta MA membuat kebijakan terkait hukum acara pra peradilan sehingga ada batasan sejauh mana pemeriksaan di praperadilan.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Hadi atas penetapannya sebagai tersangka kasus rekomendasi keberatan pajak terhadap Bank BCA. Salah satu pertimbangan Haswandi adalah penyelidik dan penyidik KPK yang menangani perkara Hadi bukan berasal dari kepolisian. Karena itu, proses penyelidikan, penyidikan, penyitaan, serta upaya hukum lainnya oleh KPK terhadap Hadi tidak sah.
Pertimbangan lainnya, Haswandi menyatakan perkara Hadi merupakan pidana administrasi. Dengan begitu, perbuatan Hadi tidak termasuk tindak pidana korupsi.
Hadi Poernomo menggugat penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan rekomendasi permohonan keberatan pajak BCA tahun 1999. Kasus ini bermula ketika BCA mengajukan permohonan keberatan pajak sekitar 2003. Atas keberatan pajak ini, Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) melakukan telaah yang hasilnya mengusulkan Direktur Jenderal Pajak untuk menolak permohonan keberatan pajak BCA tersebut. Namun, Hadi Poernomo selaku Direktur Jenderal Pajak justru memutuskan sebaliknya.
INDRA WIJAYA