TEMPO.CO, Bandung - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil siang tadi menggelar Focus Group Discussion bersama sejumlah pakar di Bandung terkait kelangsungan rencana pembangunan Bandung Teknopolis. Dari hasil forum tersebut, Ridwan Kamil memastikan tiga faktor yang mesti diperhatikan Pemkot Bandung untuk memulai proyek tersebut.
“Intinya, respons masyarakat sejauh ini bagus. Hanya mereka khawatir pada dampak dari pembangunan ini,” kata Ridwan Kamil saat ditemui wartawan di Hotel Horison, Jalan Pelajar Pejuang, Bandung, Selasa, 26 Mei 2015. Tiga faktor tersebut antara lain mengenai banjir, lingkungan, dan lapangan pekerjaan.
Dari hasil forum tersebut, Ridwan Kamil merencanakan solusi dari masukan tersebut. Untuk masalah banjir, kata dia, Pemkot Bandung akan membuat danau seluas 60 hektar. Danau tersebut berfungsi sebagai penampung air hujan, sehingga debit air yang mengalir ke hilir tak berjubel. Di atas danau tersebut, rencananya Ridwan Kamil membangun masjid terapung milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Mengenai lingkungan, kata Ridwan Kamil, Pemkot Bandung mengimbau masyarakat untuk tidak khawatir. “Justru saya membuat teknopolis itu untuk menyelamatkan Bandung. Sebelum saya berencana, kawasan itu akan dibangun untuk perumahan, dan dampaknya semakin besar,” ujar Ridwan Kamil.
Di lahan seluas 80 hektar itu, rencananya Pemkot Bandung akan membangun sebuah pusat teknologi di Indonesia. Bahkan, Ridwan Kamil mengklaim nantinya kawasan itu akan disebut sebagai Sillicon Valley-nya Indonesia. Emil akan mensentralkan perusahaan-perusahaan teknologi kelas kakap, agar membuka cabangnya di sana.
Ridwan Kamil berkomitmen hal tersebut akan bermanfaat bagi warga. Salah satunya, mengenai bertambahnya lapangan pekerjaan untuk warga Bandung. “400 ribu lapangan pekerjaan baru, akan dikhususkan untuk warga Bandung,” kata dia.
Sebelumnya, Pakar Planologi Institut Teknologi Bandung Denny Zulkaidi mengatakan Ridwan Kamil mesti melakukan berbagai perbaikan sebelum meluncurkan Bandung Teknopolis. Menurut dia, Ridwan Kamil mesti melakukan salah satu pekerjaan dari tiga pekerjaan yang direkomendasikannya.
“Kawasan Gede Bage merupakan daerah terendah di Kota Bandung. Jika tidak diantisipasi dari sekarang, kawasan berbasis teknologi itu bakal kebanjiran,” kata dia, saat ditemui Tempo di ITB, Jalan Ganesha, Bandung, Selasa, 7 April 2015. Gede Bage merupakan kawasan yang diklaim Ridwan sebagai lahan tersisa yang mungkin dikembangkan di Bandung.
Pilihan pertama, Pemerintah Kota Bandung mesti memperbanyak ruang terbuka hijau (RTH) di Kawasan Bandung Utara (KBU). Sebab, maraknya bangunan baru di KBU mengancam pemukiman dengan permukaan tanah yang rendah. Dengan banyaknya bangunan di sana, air hujan yang turun tak terserap sehingga langsung mengalir menuju Gede Bage.
Kedua, kata Denny, yakni menyegerakan pembangunan danau buatan di kawasan tersebut. Menurut dia, idealnya Pemkot Bandung membangun danau seluas 135 hektar di sana. “Bentuk dan posisi danaunya enggak ditentukan. Pokoknya daya tampung danau harus seluas 135 hektar,” ujar pria yang pernah meneliti Gede Bage pada 2006 ini.
Pilihan terakhir yang harus dilakukan Pemkot Bandung yakni memperluas outlet buangan air yang berada di bawah Jalan Tol Cileunyi. Dengan diperluasnya outlet tersebut, aliran air dapat terbuang dengan cepat.
Pemkot Bandung harus melakukan ketiga pilihan itu sebelum Bandung Teknopolis dibangun. Sebab, jika tidak melakukan apapun, air yang mengalir akan menggenangi kawasan tersebut. Rencananya, pada kawasan ini Pemkot Bandung akan membuat sebuah pusat kota kedua setelah alun-alun Bandung. Wali kota menyebut kawasan ini akan menjadi pusat perkembangan teknologi layaknya sillicon valley di Amerika.
PERSIANA GALIH