TEMPO.CO, Lumajang - Bencana kekeringan mulai melanda enam kecamatan di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Kepala Bidang Kedaruratan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Lumajang Paryono mengatakan, pihaknya mulai banyak menerima laporan dari bencana kekeringan yang meminta pasokan air bersih.
Permintaan terbaru, ada warga yang meminta pasokan air bersih guna memandikan mayat. "Ada permintaan air dari warga Desa Kebonan, Kecamatan Klakah, untuk memandikan jenazah," kata Paryono, Selasa, 26 Mei 2015.
Dia mengatakan ada aparat desa setempat menghubungi BPBD Lumajang bahwa ada orang meninggal yang jenazahnya belum dimandikan karena tidak ada air bersih. Pihaknya langsung kirim air hari ini.
Kecamatan Klakah yang berada di kawasan utara Kabupaten Lumajang merupakan salah satu kecamatan dari enam kecamatan yang masuk daerah rawan kekeringan ketika memasuki musim kemarau. Selain Klakah, lima kecamatan lain yang dilanda kekeringan adalah Ranuyoso, Randuagung, Kedungjajang, Padang, dan Gucialit.
Paryono mengatakan pihaknya akan memberikan rekomendasi status darurat kekeringan kepada Bupati Lumajang As'at Malik. Dia juga mengatakan status darurat kekeringan ini berlaku selama 75 hari ke depan tercatat sejak 1 Juni 2015.
Mulai saat itu, pihaknya mulai memasok air untuk warga di daerah bencana kekeringan. BPBD Lumajang telah menyiapkan lima unit mobil tangki air dengan kapasitas per-unit 5 ribu liter. Setiap unit kendaraan akan memasok sampai lima kali dalam sehari. "Setiap hari ditargetkan 15 titik sasaran yang akan mendapat pasokan air bersih," kata Paryono.
Data BPBD Lumajang menyebutkan terdapat 76 dusun di 27 desa yang tersebar di enam kecamatan itu yang diperkirakan mengalami kekeringan dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 14.852 kepala keluarga atau 41.641 jiwa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, enam kecamatan yang dilanda bencana kekeringan yang berada di kawasan Utara Kabupaten Lumajang setiap tahun dipastikan bakal mengalami krisis air bersih.
Padahal ribuan kepala keluarga di kawasan ini bergantung pada pasokan air dari pemerintah. Upaya pengeboran sumur memerlukan biaya yang sangat besar. "Air baru didapatkan dengan melakukan pengeboran sampai sedalam 125 meter," kata Paryono.
Beberapa kali pernah dilakukan pengeboran hingga lebih 100 meter, tetapi tidak ditemukan air. Padahal biaya pengeboran sumur hingga sedalam 125 meter minimal Rp 75 juta.
Hal inilah yang kemudian menjadi kendala utama upaya pengadaan air bersih melalui pengeboran. "Tidak selalu pengeboran yang dilakukan kemudian sukses akan menemukan air," ujarnya.
DAVID PRIYASIDHARTA