TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Ade Armando, mengatakan laporan atas dirinya ke Kepolisian Daerah Metro Jaya berlebihan. Alasannya, ia tak pernah menyatakan menyamakan Allah dengan manusia.
"Ini berlebihan, karena saya tidak memiliki intensi apa pun," kata Ade kepada Tempo, Sabtu, 23 Mei 2015.
Ade dilaporkan oleh Johan Kahn, 32 tahun. Melalui akun Twitter @CepJohan, Johan mengunggah foto surat tanda bukti yang melaporkan Ade atas perkara penistaan agama. Menurut Johan, Ade melanggar Pasal 156 A dan atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Ade berujar laporan tersebut mengancam kebebasan berpendapat. Sebab, perbedaan pendapat yang diakhiri dengan laporan Kepolisian membuat orang lain takut menyuarakan pandangannya.
Menurut Ade, laporan itu bermula pada tulisannya di laman Facebook yang mengapresiasi pembacaan ayat suci Al-Quran dengan langgam Jawa pada perayaan Isra Mikraj di Istana Negara. Ia berujar pembacaan kitab suci dengan langgam nusantara bukan hal baru. Di Indonesia, ujar dia, kegiatan keagamaan berdampingan dengan kultur.
Ade menjelaskan, ajaran Islam menyebar di Indonesia melalui media lokal tradisional. "Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayat-Nya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, hip hop, atau blues," begitu Ade menuliskan dalam status Facebook.
Itu artinya, Ade menuturkan, hal tersebut bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Hal terpenting justru terletak pada sampainya pemahaman isi Al-Quran ke umat Islam.
Meski begitu, Ade mengatakan pernyataannya direspons negatif oleh sebagian orang. Ia berharap penegak hukum bisa memahami duduk perkara kasus ini. "Saya tidak menodai agama," kata Ade.
LINDA HAIRANI