TEMPO.CO , Jakarta:Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husada menilai sembilan anggota panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru diumumkan Presiden Joko Widodo cukup kredibel. Menurut dia, sebagian besar anggota panitia seleksi tersebut sudah dikenal publik dan memiliki kapasitas di bidangnya masing-masing.
"Secara umum, orang-orang ini tidak ada yang bermasalah," ujar Adnan saat dihubungi, Kamis, 21 Mei 2015. Dia optimis anggota dari berbagai latar belakang itu bisa membantu kebutuhan KPK yang lebih kompleks.
Presiden Joko Widodo menunjuk sembilan akademisi dan praktisi untuk menjadi panitia seleksi calon pimpinan KPK. Mereka adalah ekonom Mandiri Sekuritas Destry Damayanti, pakar Hukum Tata Negara Enny Nurbaningsih, pakar Hukum Pidana dan HAM Harkristuti Haskrisnowo, ahli IT dan Manajemen Betti S. Alisjabana, pakar Hukum Pidana Ekonomi dan Pencucian Uang Yenti Garnasih, ahli Psikologi SDM dan Pendidikan Supra Wimbarti, ahli Tata Kelola Pemerintahan dan Reformasi Birokrasi Natalia Subagyo, ahli hukum Diani Sadiawati, dan ahli Sosiologi Korupsi dan Modal Sosial Meuthia Ganie-Rochman.
Menurut Adnan, Betty sangat moncer karir profesionalnya di perusahaan yang bergerak di bidang Teknologi Informasi. Betty, kata dia, pernah menjabat sebagai Direktur IBM wilayah Asia. Betty juga menjadi pengurus Hatta Antikorupsi Award.
Adapun Meutia yang merupakan seorang dosen, ujar Adnan, menekuni kajian korupsi juga. Sedangkan Natalia, aktif pada pemberantasan korupsi dan mendorong perusahaan swasta mengkampanyekan antisuap. Anggota lain, Harkristuti, kata dia, tak diragukan lagi kemampuannya di bidang hukum pidana.
"Komposisi pansel kali ini lebih lengkap. Kalau sebelumnya, didominasi kelompok tertentu, hukum saja," ujarnya. Dengan komposisi sekarang, Adnan yakin segala kebutuhan KPK bisa dijawab.
Faktor lain yang membuat optimis Adnan adalah anggota panitia seleksi kali ini cukup netral terhadap kelompok politik tertentu atau kepentingan tertentu. "Tidak ada kontroversi, dan tidak ada reaksi publik yang besar," ujarnya.
Dia menilai komposisi ini karena Presiden sudah mulai menghitung dampak reaksi publik terhadap kinerja kebijakan. "Ini mencerminkan komitmen presiden dan kepentingan yang besar terhadap pemberantasan korupsi," kata Adnan.
LINDA TRIANITA