TEMPO.CO, Yogyakarta - Perawat Pro Emergency Rokhmad Tryanto mengatakan masih banyak kesalahan yang dilakukan orang saat menjadi orang pertama yang melihat ada korban dalam sebuah kecelakaan. “Salah satu alasan terjadinya kecacatan dan kematian itu karena tidak memberikan atau salah memberikan pertolongan pertama,” katanya di Hotel Aston, Yogyakarta Rabu 20 Mei 2015.
Rokhmad memperlihatkan video kasus tabrakan Tugu Tani yang terjadi pada Januari 2012. Pada kecelakaan itu, ada delapan orang tewas di tempat kejadian setelah tertabrak mobil. Dalam video amatir itu terlihat ada banyak orang yang hanya melihat kondisi para korban yang beberapa di antaranya berlumuran darah.
Ada pula orang yang melihat kondisi korban dalam kondisi telungkup yang terluka dan mengeluarkan darah di bagian leher. Cara orang itu melihat kondisi korban adalah dengan membalikkan badan korban pada posisi terlentang untuk melihat wajahnya lalu mengembalikannya lagi ke posisi ketungkup.
“Tidak bisa korban dibolak-balik seperti sedang menggoreng seperti itu bisa saja posisi itu yang membuat kondisi korban lebih parah,” kata Rokhmad.
Rokhmad mengatakan walau si korban kecelakaan terlihat berdarah, masih ada kemungkinan ia selamat bila diberikan pertolongan pertama. Kesalahan lain yang terlihat dalam video itu, kata Rokhmad, adalah tidak adanya orang yang segera menelepon ambulans, pemadam kebakaran.
Kesalahan lain yang kerap dilakukan orang yang melihat kecelakaan itu, dari pengalaman Rokhmad, adalah mereka lebih fokus pada darah yang tercecer dibandingkan kondisi kehidupan korban itu. “Bahkan ada pula orang yang justru menutupi korban yang berdarah-darah dengan koran dibanding memeriksa kondisi korban lebih dahulu,” kata Rokhmad.
Dokter Pro Emergency, Aji Andhika membenarkan hal itu. Aji mengatakan kurangnya pengetahuan para orang yang berada di lokasi dalam memberikan pertolongan pertama menjadi alasan terbesar korban tidak bisa tertolong dan akhirnya meninggal. “Hanya 2-3 dari 10 orang yang tahu bagaimana cara memberikan pertolongan pertama,” kata Aji.
Selain itu, ketidaktahuan masyarakat tentang nomor telepon penting seperti pemadam kebakaran, ambulans, dan polisi juga alasan lain korban tidak tertolong lantaran terlambat mendapatkan penanganan. “Masalah telepon ini memang terjadi karena nomor telepon untuk polisi, ambulan dan pemadam kebakaran berbeda dan susah dihafalkan masyarakat,” katanya.
Ia menyarankan pemerintah bisa memberikan satu nomor saja untuk menghadapi kondisi gawat darurat untuk memanggil pemadam kebakaran, ambulans, dan polisi sekaligus.
MITRA TARIGAN