TEMPO.CO, Jakarta - Gunung Merapi di Boyolali, Jawa Tengah adalah salah satu yang paling aktif di antara 129 gunungapi di seluruh Indonesia. Walau begitu, bahaya erupsi Merapi tak membuat pendaki surut untuk menaklukkan gunung setinggi 2.978 meter di atas permukaan laut itu.
Balai Taman Nasional Gunung Merapi (BTNGM) mencatat setiap hari ada puluhan pendaki yang hendak menjajal gunung itu. Pada akhir pekan dan hari libur, jumlahnya bahkan membludak hingga 700-1.000 pendaki.
Situs resmi Badan Geologi menyebut bahaya utama di Merapi adalah aliran awan panas. Selain itu, Merapi juga menyimpan ancaman lahar dan erupsi dengan interval 2-5 tahun sekali.
Situs yang sama mencantumkan dua jalur pendakian lazim menuju puncak Merapi. Pertama, melalui jalur Selo di sebelah utara yang dimulai pada ketinggian 1.600 meter di Desa Plalangan, Boyolali. Ini merupakan jalur terpendek menuju puncak yang kurang lebih memakan waktu empat jam.
Jalur kedua ada di sebelah barat yakni jalur Babadan. Jalur ini sedikit lebih berat namun menyajikan pemandangan lebih mempesona. Pendakian dimulai dari Pos Babadan, melalui Bukit Pahtuk, Bukit Kejen, lalu Pasar Bubar.
Sebetulnya, ada juga jalur di sebelah selatan yakni jalur Kinahrejo atau Kaliadem. Jalur ini relatif berat karena pendaki langsung berhadapan dengan medan yang terjal dengan sudut lereng antara 30 – 45 derajat. Aktivitas Merapi yang sekarang mengarah ke selatan membuat jalur ini sama sekali tidak disarankan oleh Badan Geologi.
Titik paling terkenal di puncak Merapi adalah Puncak Garuda. Nama tersebut merujuk pada bongkahan batu besar mirip burung garuda di puncak gunung, persis di bibir kawah. Setengah badan burung batu itu lenyap akibat letusan Merapi pada 2010.
Bila melihat foto-foto yang diabadikan pendaki dan dibagi di media sosial, Puncak Garuda adalah lokasi foto paling favorit. Banyak pendaki menaiki batu setinggi kurang-lebih 15 meter itu untuk berpose di puncaknya. Padahal, batu itu miring ke arah kawah.
Garuda inilah yang menelan nyawa salah satu pendaki Erri Yunanto 21 tahun. Dia dan seorang teman tiba di puncak Merapi pada Sabtu, 16 Mei 2015 lalu. Usai berpose di puncak batu, Erri terpeleset dan langsung masuk ke kawah di bawahnya.
Tim search and rescue baru berhasil menemukan tubuh Erri yang telah tak bernyawa di dalam kawah pada Senin, 18 Mei 2015. Proses evakuasi itu lambat karena curamnya kawah dan ancaman gas beracun yang menguar dari kawah.
Kepala Badan Geologi Surono mengatakan kondisi puncak Merapi memang berbahaya. Kedalaman kawah sekitar 120 hingga 150 meter. Dalam kawah tersebut terdapat gas berbahaya CO dan H2S yang sangat pekat. Temperatur gas di dalam kawah sendiri mencapai 200 derajat celcius bahkan lebih. "Tingginya temperatur dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan yang digunakan tim," ujar Rono.
Hingga berita ini ditulis, tim masih berupaya mengangkat jenazah Erri dari dalam kawah. SAR Mission Coordinator Badan Penanggulangan Bencana Daerah Boyolali Kurniawan Fajar Prasetyo menargetkan rangkaian proses evakuasi baru akan rampung besok siang.
Tim akan membuat jalur evakuasi lebih dulu lalu membawa jenazah Erri ke Rumah Sakit Kepolisian setempat. Usai diotopsi, jenazah mahasiswa Universitas Atma Jaya Yogyakarta itu akan diserahkan pada keluarga.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | MUH. SYAIFULLAH