TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Mahkamah Agung, hakim agung Suhadi, menyatakan putusan Pengadilan Filipina terhadap Maria Kristina Sergio dapat menjadi novum dalam permohonan peninjauan kembali terpidana mati kasus narkoba Mary Jane Fiesta Veloso. Putusan tersebut juga dapat mengubah status Mary Jane dari bandar atau pengedar menjadi korban.
"Kita lihat dulu produknya," kata Suhadi, Senin, 18 Mei 2015.
Putusan terhadap Kristina jugalah yang mendasari keputusan pemerintah menangguhkan eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane. Meski demikian, ia menyatakan pengubahan status ini tak akan mudah karena, bagi pengadilan di Indonesia, Mary adalah pelaku yang tertangkap tangan membawa heroin seberat 2,6 kilogram.
Suhadi sendiri tak mau berandai-andai soal proses PK setelah ada putusan dari Filipina. Secara normatif, menurut dia, novum atau bukti baru adalah segala hal yang tak muncul dalam persidangan Mary Jane di tingkat pertama.
"Bukti itu harus sesuatu yang pada saat itu tak muncul. Putusan bagi terdakwa bisa jadi bebas atau dihukum lebih ringan," katanya.
MA sendiri pada saat ini tetap berkukuh menetapkan pengajuan PK hanya boleh satu kali dengan dasar Undang-Undang Kuasa Kehakiman dan Undang-Undang Mahkamah Agung. MA tak langsung menyanggupi putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang pengajuan PK lebih dari satu kali.
Pemerintah dikabarkan tengah menggodok peraturan pemerintah tentang batas pengajuan PK sebagai jalan keluar polemik yang ditimbulkan oleh perbedaan antara putusan MK dan pandangan MA. Hingga saat ini PP tersebut masih dalam penyelesaian di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. "MA akan menjalani saja hasilnya seperti apa. PP kan produk pemerintah," kata Suhadi.
Mary Jane adalah terpidana mati kasus narkoba yang sedianya menjalani eksekusi tahap kedua bersama duo anggota Bali Nine. Tapi Presiden Joko Widodo meminta Jaksa Agung Prasetyo menunda eksekusi setelah Kristina menyerahkan diri ke kepolisian Filipina sebagai pelaku perdagangan manusia dengan korban Mary Jane.
FRANSISCO ROSARIANS