TEMPO.CO , Sampang:Peringatan Hari Lahir Organisasi Nahdatul Ulama ke-92 dimanfaatkan oleh Pengurus Cabang NU Kabupaten Sampang, Jawa Timur, sebagai momen untuk merangkul mantan pengikut ajaran Islam Syiah, khususnya kaum muda. Pada harlah NU yang dipusatkan di Balai Pertemuan Umum Kota Sampang, Ahad, 18 Mei 2015, para pemuda bekas pengikut ajaran syiah diberi kesempatan memeriahkan harlah dengan cara mengisi acara dengan memainkan kesenian tradisional hadrah.
"Kita ingin merangkul mereka lagi lewat kegiatan positif, untuk menghapus trauma yang pernah mereka alami selama konflik," kata Wakil Ketua Lakspedam NU Sampang, Agus Wedi, Ahad, 18 Mei 2015.
Baca Juga:
Selain untuk menghapus trauma, kata Agus, kegiatan tersebut juga bertujuan mengakrabkan kembali antara warga Sunni dan mantan pengikut Islam Syiah. Konflik yang pernah terjadi sebaiknya dilupakan sehingga tercipta kebersamaan. "Bagaimana pun kondisinya, nenek moyang kita sama, yaitu sama-sama penganut ahlus sunnah waljamaah," ujar dia.
Sekertaris PC NU Sampang, Mahrus Zamroni mengatakan momen harlah NU akan dijadikan sebagai media pendampingan dan pengajaran bagi mantan pengikut Islam Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben. Mereka, juga diberi wejangan tentang ajaran ahlus sunnah wal jamaah untuk memperkuat aqidah. "Dengan demikian, tidak mudah terjerumus pada paham-paham yang keliru," ungkap dia.
Sementara itu, Wakil Bupati Sampang Fadilah Budiono menegaskan konflik antara Syiah dan Sunni di Sampang hanya bisa diselesaikan dengan jalan baiat ke ajaran Sunni. Dia menjamin, dengan baiat, maka mantan pengikut Syiah bisa pulang kampung dan menjalani kehidupan normal seperti semula. "Sudah ratusan mediator coba mendamaikan, tapi sampai sekarang tetap buntu," katanya.
Konflik antara Islam Syiah dan Sunni di Sampang pecah pada Agustus 2013 lalu. Ribuan warga Sunni, menyerang pusat pemukiman Syiah di Dusun Nangkernang, Desa Karang Gayam. Puluhan rumah warga Syiah dibakar dan satu pengikutnya tewas. Akibat konflik tersebut, ratusan warga Syiah hingga kini terpaksa menetap di Rusunawa Puspa Agro, Kabupaten Sidoarjo.
MUSTHOFA BISRI