TEMPO.CO, Bandung - Tingkat kejujuran dan kecurangan siswa atau indeks integritas dalam ujian nasional sekolah menengah atas sederajat akan menjadi faktor penentu untuk Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Rencana itu ingin diterapkan Rektor Universitas Padjadjaran Tri Hanggono Achmad. “Tahun sekarang belum karena penerimaan SNMPTN sudah berjalan,” ujar Tri, Ahad, 17 Mei 2015.
Untuk penerimaan jalur tes tertulis, Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) pun, kata Tri, tahun ini belum diberlakukan. “Untuk yang tahun depan. Risikonya, sekolah itu akan dapat hukumannya nanti,” kata Tri.
Menurut dia, hasil indeks integritas Ujian Nasional 2015 akan menjadi pegangan kampusnya untuk menyaring calon mahasiswa baru pada 2016 dari jalur SNPMTN maupun SBMPTN. Salah satu dampaknya, jika lulusan SMA sederajat di suatu sekolah terindikasi curang, adik kelasnya akan terkena imbas karena riwayat seniornya di sekolah itu tidak jujur ketika ujian nasional. “Guru juga harus ikut bertanggung jawab karena mendidik agar siswanya jujur,” tuturnya.
Pada Jumat lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengumumkan hasil pengukuran indeks integritas ujian nasional SMA sederajat 2015. Ia hanya menyebutkan tujuh provinsi terbaik yang bernilai indeks tinggi dengan angka kecurangan ujian kurang dari 20 persen, di antaranya Yogyakarta, Bangka Belitung, dan Kalimantan Utara. Anies akan mengirimkan data itu ke gubernur, bupati atau wali kota, serta kepala sekolah. Data ini pun kabarnya sudah diberikan kepada universitas sebagai pertimbangan masuk atau tidaknya peserta SNMPTN yang sudah diumumkan beberapa hari lalu.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Nizam menyebutkan beberapa cara penghitungan indeks integritas itu. Ukurannya dari keseragaman pola jawaban dan nilai ujian dalam satu sekolah, serta indikasi kecurangan antarsiswa. Setelah itu, panitia membuat klasifikasi sekolah yang berindikasi kecurangan.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Asep Hilman mengatakan belum menerima hasil indeks tersebut. Walau begitu, ia sempat bertanya kepada sejumlah rektor koleganya, apakah hasil indeks integritas itu akan ikut dipakai sebagai penyaring calon mahasiswa baru di kampus negeri. “Jawabannya, mereka punya cara sendiri,” ucap Asep.
Menurut Asep, perlu banyak variabel untuk menilai suatu sekolah curang atau jujur dalam ujian nasional. Keseragaman pola jawaban baik yang benar ataupun jawaban salah perlu dilihat lebih rinci per kelas, bukan secara umum per sekolah. Parameter lain ada-tidaknya kecurangan, kata dia, juga terlihat pada proses pembuatan soal, distribusi, hingga sampai di meja ujian siswa.
ANWAR SISWADI