TEMPO.CO , Makassar: Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan dan Barat bakal menggelar rekonstruksi kasus dugaan pemalsuan administrasi kependudukan yang menjerat Abraham Samad dan Feriyani Lim di Kantor Kecamatan Panakkukang, Makassar, Minggu, 17 Mei 2015. Hal itu diutarakan salah satu saksi yang merupakan kakak kandung Abraham, Imran Samad.
Imran mengatakan informasi pelaksanaan gelar konstruksi disampaikan pihak penyidik kepadanya, Jumat malam, 15 Mei. Ia menyebut tak ada surat resmi ihwal pelaksanaan gelar konstruksi. "Cuma pemberitahuan lisan. Rencananya jam 10 (pagi)," ucap Imran, Sabtu, 16 Mei.
Pengacara Abraham, Abdul Kadir, mengatakan pihaknya juga telah mendapatkan informasi itu, tapi bukan dari pihak kepolisian. Kadir menyayangkan langkah penyidik yang ingin menggelar rekonstruksi yang terkesan tertutup alias diam-diam. "Ini prosesnya terkesan tertutup. Kepolisian terkesan hindari pantauan publik," ucap Kadir.
Menurut Kadir, pengusutan kasus dugaan pemalsuan administrasi kependudukan yang menjerat Abraham mestinya dilakukan secara transparan. Sebab, Abraham merupakan pejabat publik kendati nonaktif.
Selain itu, kata Kadir, perkara ini menyedot perhatian masyarakat luas. "Ini kan menjadi atensi," ucap Kadir.
Dimintai konfirmasi secara terpisah, pelaksana tugas Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Komisaris Besar Hariadi, mengatakan pihaknya belum mengetahui ihwal rencana itu. Ia enggan berkomentar lebih banyak. "Saya belum tahu. Nanti baru saya cek," ucap Hariadi.
Kasus yang menjerat Samad bermula dari laporan Ketua Lembaga Peduli KPK-Polri Chairil Chaidar Said ke Bareskrim Polri yang dilimpahkan ke Polda Sulawesi Selatan dan Barat per 29 Januari 2015. Polda kemudian menetapkan Feriyani Lim sebagai tersangka pada 2 Februari 2015. Feriyani lalu melaporkan Samad dan rekannya bernama Uki ke Bareskrim dalam kasus tersebut.
Kepolisian kemudian melakukan gelar perkara di Markas Polda Sulawesi Selatan dan Barat, 9 Februari 2015. Hasilnya, Samad ditetapkan sebagai tersangka. Status tersangka itu baru diekspos pada 17 Februari 2015 atau sehari setelah gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan diterima Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
TRI YARI KURNIAWAN