TEMPO.CO, Bima - Sekitar 200 polisi berjaga di sekitar lokasi bentrok berdarah antara warga Desa Samili dan Dadibou, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, Selasa, 12 Mei 2015. Pengamanan sudah tampak mulai dari jalan perbatasan di kedua desa yang berjarak sekitar 3 kilometer dari lokasi bentrokan.
Tepat di sekitar Polsek Woha juga terlihat tiga buah truk pengangkut Dalmas terlihat puluhan petugas tengah berjaga. Juga tampak senjumlah mobil anti huru-hara Barakuda tampak di pertigaan Tente dan cabang Godo adalah akses utama menuju lokasi bentrokan.
"Untuk antisipasi adanya massa yang datang dan mencegah bentrokan susulan," ujar Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Woha Inspektur Dua Jufrin, salah satu polisi yang berjaga.
Pada Senin, 11 Mei 2015 sekitar pukul 17.00-20.00 Wita, bentrok antardesa terjadi di Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Dalam kejadian ini, dua warga tertembak senjata api rakitan.
Dua desa yang bertikai yakni Samili dan Dadibou. Bentrokan dipicu pembunuhan terhadap warga Desa Dadibou bernama Yusril bulan lalu saat menonton acara dangdut. Pelaku pembunuhan adalah warga dari Desa Samili.
Dua warga yang terkena senjata api rakitan yakni Zulhan, 25 tahun, warga Desa Kalampa, dan Muhidin, 30 tahun, warga Desa Samili. Saat terjadi bentrokan polisi melepaskan tembakan ke arah massa yang menyerang Desa Dadibou. Tembakan mengenai dua warga yang melakukan penyerangan. Akibat bentrokan itu, lima rumah warga rusak.
Penjagaan akibat peristiwa itu amat ketat. Di dekat pintu masuk sebelah timur Desa Dadi Bou, dua buah truk membawa ratusan polisi berjaga. Selain itu, polisi menyiagakan mobil watercanon yang diparkir di depan Polsek Woha.
Bahkan Kepala Kepolisian Resor Kabupaten Bima Ajun Komisaris Besar Gatut Kusniadin sejak Senin kemarin berada di lokasi bentrok dan menginap di Polsek. "Kapolres sejak bentrokan kemarin masih berada di lokasi,” kata Bripka Arif, anggota Polres di sekitar lokasi bentrokan.
Tidak terlihat aktivitas warga di sekitar lokasi. Sjumha, warga yang hendak ke sawah dilarang oleh petugas karena dikhawatirkan tertembak. Hanya ada warung minuman yang melayani para polisi. Warga memilih berdiam di dalam rumah setelah muncul isu bahwa salah satu kepala desa mengumumkan untuk menyerang desa lain.
“Aparat desa yang minta warga membakar Desa Dadibou,” kata Muslimin, warga desa Dadibou, kepada Tempo di lokasi kejadian.
AKHYAR M NUR