TEMPO.CO, Jakarta - Hakim tunggal praperadilan, Yuningtyas Upiek Kartikawati, memutuskan penetapan tersangka bekas Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak sah. Yuningtyas merujuk pada putusan Mahkamah Kontitusi pada 28 April 2015 yang menyatakan penetapan tersangka termasuk wewenang praperadilan.
"Dengan adanya putusan MK, pengadilan berwenang memutus sah tidaknya penetapan tersangka dan penyitaan," kata Yuningtyas saat membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa, 12 Mei 2015.
Sesuai uji materi oleh MK, penetapan tersangka dinyatakan sah apabila ada dua alat bukti permulaan yang cukup. Yuningtyas menilai alat bukti yang diajukan KPK dalam menetapkan Ilham sebagai tersangka tidak sah.
MK sebelumnya menyatakan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) dan Pasal 77 KUHAP inkonstitusional terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (5) UUD 1945 karena mengabaikan prinsip hak atas kepastian hukum yang adil. Mahkamah pun mengubah ketentuan Pasal 77 KUHAP tentang obyek praperadilan. Mahkamah menambah penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk sebagai obyek praperadilan.
Selama proses pengadilan, kata Yuningtyas, KPK tak dapat menunjukkan bukti asli yang menjadi dasar penetapan Ilham sebagai tersangka korupsi proyek instalasi air antara PDAM Makassar dan PT Traya Tirta.
KPK menetapkan Ilham sebagai tersangka pada 14 Maret 2014. Sementara itu, surat perintah penyidikan baru dikeluarkan KPK pada 2 Mei 2014 dan 20 November 2014. Dalam persidangan, KPK hanya menghadirkan fotokopi sprindik tanpa disertai yang asli dan tak ditandatangani oleh penyidik. KPK juga tidak dapat menunjukkan bukti laporan hasil pemeriksaan BPK asli tanggal 27 Maret 14 yang menjadi dasar penetapan Ilham sebagai tersangka.
Atas pertimbangan itu, hakim memutuskan semua penyitaan yang dilakukan KPK terkait dengan kasus Ilham tidak sah. Pemblokiran rekening Ilham di Bank Mega dan Bank Sulsel juga dinyatakan tidak sah. "Dengan ini memulihkan hak pemohon dan yang bersangkutan berhak mengajukan kompensasi atas kerugian yang diterima," ucap Yusningtyas.
Kuasa hukum Ilham, Nasarudin Pasigai, menyebut putusan MK sebagai era baru penegakan hukum. "Seluruh proses penegakan hukum kini berdasarkan asas perlindungan hak asasi manusia dan penegakan konstitusi," kata Nasarudin.
Nasarudin menyebut dengan putusan hakim ini terungkaplah bahwa KPK selama ini penuh kebohongan dan sewenang-wenangan melanggar konstitusi. "KPK harus diperbaiki agar tetap berdiri tegak melawan koruptor."
Kepala Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menolak menanggapi putusan ini. Alasannya putusan pengadilan belum berada di tangan KPK, "Kalau sudah terima putusannya, kami pelajari dulu sebelum mengambil langkah," ujarnya.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | TRI SUHARMAN