TEMPO.CO , Makassar: Kepolisian Republik Indonesia mengidentifikasi sekitar 17 organisasi berpaham radikal di negara ini. Organisasi berpaham radikal itu mendapat pengawasan ketat dari aparat penegak hukum. Langkah ini untuk mencegah adanya aksi-aksi yang mengarah ke tindak pidana terorisme.
"Sekitar 17 organisasi itu dalam pemantauan," kata Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti seusai memberikan pengarahan ke prajurit TNI-Polri di Markas Batalyon Infantri 700/Rider di Makassar, Senin, 12 Mei.
Baca juga:
Kepala Polri tak merinci 17 organisasi berpaham radikal itu, tapi di antaranya adalah Mujahidin Indonesia Timur dan Laskar Jundullah.
Kepolisian juga mewaspadai organisasi yang disinyalir dipengaruhi oleh Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS). Dalam arahannya ke para prajurit TNI-Polri, Badrodin menyebut organisasi berpaham radikal itu berbahaya lantaran bisa menyebarkan paham yang berpotensi mengusik NKRI. Karena itu, deteksi dini mesti ditingkatkan.
Badrodin berpendapat penegakan hukum seperti operasi penumpasan teroris tidak menjamin kelompok teror itu akan hilang dari muka bumi. Menurut dia, perlu usaha yang lebih giat, khususnya pada upaya pencegahan. Karena itu, kepolisian dan TNI berusaha menggalakan program kontra-radikalisme dan deradikalisasi di tengah masyarakat.
Untuk merealisasikan upaya pencegahan itu, polisi mengoptimalkan kinerja aparat hingga ke tingkat desa. Badrodin menyebut peran Babinsa maupun Babinkamtibmas amat penting untuk menyokong usaha mencegah dan memberantas paham radikal dan terorisme. "Kami juga memberdayakan ulama-ulama," tuturnya.
Khusus di Sulawesi, Badrodin menyebut Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan merupakan daerah yang disinyalir menjadi kantong gerakan kelompok berpaham radikal dan terorisme. Hal itu terbukti dengan penangkapan sejumlah terduga teroris di dua daerah itu. Kedua provinsi itu juga mempunyai potensi konflik yang tinggi.
Ihwal keberadaan ISIS maupun organisasi berpaham radikal yang mendukung ISIS, Badrodin menyebut polisi tak bisa langsung melakukan penindakan. Sebab, sampai kini, tak ada instrumen hukum yang mengaturnya. "Kalau cuma bawa bendera ISIS, mau diapakan. Susah ditindak sebelum melakukan perbuatan pidana lain," ucapnya.
Panglima TNI Jenderal Moeldoko menambahkan TNI bersama kepolisian terus berusaha mencegah tumbuh-kembangnya paham radikalisme dan terorisme di negara ini. TNI sendiri telah melakukan upaya, khususnya dalam upaya pencegahan. Pasalnya, penegakan hukum merupakan domain Koorps Bhayangkara. "Dalam konteks preventif, kita telah lakukan," katanya.
Contoh peran serta TNI membantu kepolisian menumpas teroris terlihat saat melakukan latihan militer di Poso, beberapa waktu lalu. Digempurnya Gunung Biru yang diketahui sebagai tempat persembunyian teroris Poso membuat kelompok radikal itu terpaksa keluar. Hal itu memudahkan kepolisian menangkap sejumlah teroris Poso jaringan Santoso.
TRI YARI KURNIAWAN