TEMPO.CO, Abepura - Lima tahanan politik Papua yang diberi grasi oleh Presiden Joko Widodo meminta jaminan keamanan sesudah dibebaskan. "Kami tak mau ditangkap dan dicari gara-gara sesudah bebas," kata satu tahanan, Linus Hiluka, melalui pernyataan tertulis yang diterima Tempo pada Senin, 11 Mei 2015.
Menurut Linus, Jokowi telah mendengar permohonan tersebut dan menanggapi dengan serius. Jokowi, kata Linus, berjanji akan berbicara dengan kepolisian dan militer untuk menjamin keamanan lima tahanan politik dan semua warga Papua.
Jokowi memberikan grasi pada lima narapidana politik saat berkunjung ke Papua, Sabtu, 9 Mei 2015 lalu. Kelima narapidana atas nama Apotnalogolik Lokobal, Numbungga Telenggen, Kimanus Wenda, Linus Hiluka, dan Jefrai Murib itu ditahan terkait kasus pembobolan gudang senjata kodim Wamena, 4 April 2003. Mereka dihukum penjara mulai dari 19 tahun hingga seumur hidup. Setidaknya, ada 60 tahanan politik di Papua dan Maluku yang dipenjara karena menuntut kemerdekaan dari Indonesia.
Usai dibebaskan, Linus dan kawan-kawannya hari ini menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Dian Harapan, Papua. Setelah 12 tahun dipenjara, mereka punya masalah kesehatan. Kimanus Wenda diketahui punya tumor di perut, sementara Jefrai Murib terkena stroke dan harus diterapi setiap pekan.
Mereka berharap dapat dibantu untuk pulang ke rumah dan keluarga masing-masing di Wamena."Kami hanya ingin mengurus kebun dan membenahi kehidupan keluarga kami," ucap Linus.
Aktivis nasional maupun internasional menyuarakan maraknya pelanggaran HAM yang terjadi di Papua. Sejak Papua berintegrasi dengan Indonesia pada 1 Mei 1963, pembatasan hak orang asli Papua diberlakukan, termasuk dengan melarang jurnalis dan pekerja kemanusiaan internasional masuk ke Papua. Dalam kunjungannya ke Papua kemarin, Jokowi telah menghapus larangan tersebut dan membebaskan jurnalis asing meliput di Papua.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA