TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan kembali mengajukan gugatan praperadilan. Gugatan akan diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 11 Mei 2015. Selain penggeledahan dan penyitaan, pengembalian barang-barang milik Novel yang sebelumnya disita polisi menjadi materi gugatan.
Tim kuasa hukum Novel menilai pengembalian barang-barang yang disita polisi justru menunjukkan betapa tak seriusnya polisi menangani kasus Novel.
"Pengembalian barang tak menghilangkan unsur pelanggaran hukum yang dilakukan pada saat penggeledahan dan penyitaan, juga tak menghilangkan kerugian selama enam hari penyitaan," kata Muji Kartika Rahayu, anggota tim kuasa hukum Novel, di gedung KPK, Ahad, 10 Mei 2015.
Muji curiga polisi punya maksud tertentu sewaktu mengambil dan menyita barang-barang milik Novel. Dua barang yang disita polisi di antaranya laptop dan flashdisk. "Nah, kami tak tahu apakah polisi menggandakan isinya, mengkloning, atau mengutak-atik file-nya," ujarnya.
Sebelumnya, Novel sudah mengajukan gugatan praperadilan atas penangkapan dan penahanan yang dilakukan polisi terhadapnya pada Jumat dinihari pekan lalu. Gugatan ini mulai disidangkan pada 25 Mei mendatang.
Sewaktu menangkap Novel, tim penyidik Badan Reserse Kriminal Mabes Polri juga menggeledah rumah dan menyita dua puluhan barang milik Novel, termasuk dua edisi majalah Tempo berjudul Membidik Sang Penyudik dan Mengapa Polisi Kalap. Enam hari kemudian, polisi mengembalikan seluruh barang sitaan itu dengan Berita Acara Pengembalian Benda Sitaan.
"Tak mungkin penyidik polisi tak punya pengetahuan mana barang yang berhubungan dengan tindak pidana atau tidak, apalagi yang diambil sedemikian banyak. Maka kemungkinannya tinggal kesengajaan," kata Muji.
Novel mulai berurusan dengan polisi sejak menyidik kasus korupsi petinggi polisi Inspektur Jenderal Djoko Susilo pada 2012. Polisi menjerat Novel dengan kasus dugaan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat terhadap tersangka pencurian sarang burung walet yang terjadi di Bengkulu pada 2004. Padahal Novel, saat itu menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bengkulu, tak ada di tempat kejadian perkara.
Kasus lama itu disidik lagi oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri setelah KPK menetapkan petinggi polisi lain, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap. Belakangan, kasus Budi ditangani Kejaksaan Agung yang kemudian melimpahkan berkasnya ke Bareskrim Polri.
Novel berharap gugatan praperadilan yang diajukannya bisa membuat Kepolisian berbenah. "Praperadilan ini upaya mengoreksi. Saya ingin memberikan gambaran bahwa dalam proses yang saya alami itu dilakukan secara tak benar oleh anggotanya," ujar dia. Novel menyatakan ia mengajukan praperadilan di luar statusnya sebagai pegawai KPK.
MUHAMAD RIZKI