Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Penderita Lupus Kesulitan Dapatkan Obat Murah

image-gnews
Para anggota Female Trekkers mendaki gunung-gunung tertinggi di dunia untuk berkampanye bagi penderita Lupus. Foto: Diah Bisono/Female Trekkers
Para anggota Female Trekkers mendaki gunung-gunung tertinggi di dunia untuk berkampanye bagi penderita Lupus. Foto: Diah Bisono/Female Trekkers
Iklan

TEMPO.CO, JBandung -Kelangkaan obat murah membuat sekitar 400 ribu pasien lupus di Indonesia menderita. Persoalan itu menjadi isu utama di sela acara sosialisasi dan peringatan Hari Lupus Sedunia 10 Mei di Bandung. Setahun lebih ini, sebuah jenis obat dalam daftar layanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk pasien lupus menjadi barang langka.

Manajer Yayasan Syamsi Dhuha, Laila Panchasari mengatakan, ada enam jenis obat yang pasien lupus butuhkan. Obat itu di antaranya jenis klorokuin, hidroksiklorokuin, dan azathioprine. Dari ketiga macam obat itu, hanya klorokuin yang ada di Indonesia. "Sebenarnya itu obat malaria, karena lupus belum ada obatnya," kata Laila kepada Tempo.

Klorokuin sempat mudah diperoleh dan dipakai banyak penderita lupus karena harganya murah. Namun sejak BPJS Kesehatan berjalan sejak 1 Januari 2014,pasien sulit mendapatkan obat itu . "Saat ada Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) obat itu sempat masuk daftar layanan, tapi sekarang hilang," ujar Laila.

Yayasan yang peduli terhadap pasien lupus berbasis di Bandung tersebut, kembali meminta dukungan publik agar obat off label bagi pasien lupus bisa masuk dalam skema penjaminan BPJS kesehatan. Dukungan dari ribuan orang yang telah masuk ke website yayasan itu, ditujukan pula ke Kementrian Kesehatan agar mau menyempurnakan aturan obat yang sangat mereka butuhkan. 

Ketua Yayasan Syamsi Dhuha yang juga penderita lupus dan low vision (penglihatan berkurang), Dian Syarief mengatakan, jumlah orang dengan lupus (odapus) diperkirakan sekitar 400.000 orang di Indonesia. Obat yang ada sekarang bersifat simtomatik atau meredakan gejala lupus. "Obatnya hasil pinjaman dari penyakit lain atau yang secara medis dikenal dengan istilah off label," kata Dian.

Jenis obat yang langka itu obat generik untuk kalangan odapus tingkat ringan hingga berat, seperti pil kina, azathioprine, hydroxychloroquin, dan methotrexate. "Obat itu suka menghilang di apotek tanpa alasan yang jelas," ujar Dian.

Fungsi obat tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan imuno supresan atau penekan antibodi. Sebab pada odapus, kata Dian, sistem tubuh menghasilkan antibodi berlebih sehingga menyerang jaringan dan organ. Karena selama ini obat penyembuh lupus belum ditemukan, odapus harus bergantung hidup dengan obat-obatan sementara yang ada di pasaran. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Harga obat itu, kata Dian, misalnya azathioprine generik sebesar Rp 8.000 per butir. Kalau lupus sedang aktif, odapus harus memakan 4 butir obat itu per hari. Namun karena susah didapat, odapus harus membeli obat jenis mikofenolate mofetil yang harganya berkisar Rp 25 ribu per butir. "Kalau sebulan, biaya satu obat itu saja sudah Rp 3 juta, ini sangat memberatkan," katanya.

Sejak 2006, mereka terus memperjuangkan kemudahan obat tersebut. Terakhir mereka bertemu Menteri Kesehatan pada 2013, berbekal 1.500 tanda tangan dukungan publik. Hasilnya, obat lupus berharga mahal dimasukkan pemerintah ke skema penjaminan asuransi kesehatan. Namun setelah itu, kebijakan terus berubah. Obat tersebut, kata Dian, keluar-masuk dalam skema penjaminan. 

Selain mendesak kemudahan obat, mereka meminta agar pasien lupus mendapat perhatian khusus dari petugas medis dan BPJS Kesehatan. Dari pengalaman kasus, menurut Dian, kondisi pasien lupus memburuk karena harus antri dari pagi sampai sore untuk bisa mendapatkan layanan obat maupun tindakan medis lainnya.  

Adapun keluarga pasien yang tak sanggup mengantri lama, menebus obat lain yang lebih mahal. Menurut Dian, ada pasien lupus yang harus berhutang ke orang sekitar dan minta bantuan saudara. Obat seharga jutaan rupiah per bulan itu akhirnya dihemat dengan cara diminum dua kali sehari dari ketentuan sebanyak tiga kali. 

Manajer Senior BPJS Kesehatan Cabang Utama Bandung, Gatot Subroto, mengatakan, langkanya obat malaria untuk lupus tersebut diduga terkait dengan nihilnya kasus malaria di Jawa. "Seingat saya kalau daerah seperti Sumatera, Kalimantan,  dan Papua, obat ini masih mudah di dapatkan," ujarnya. Jalan keluarnya, ia akan berkoordinasi dengan cabang lain di luar Jawa terkait kelangkaan obat malaria untuk pasien lupus.

ANWAR SISWADI

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Segudang Manfaat Buah Bidara Upas, Penyembuh Radang Usus Buntu hingga Diabetes

4 Juli 2023

Ilustrasi daun bidara. Shutterstock
Segudang Manfaat Buah Bidara Upas, Penyembuh Radang Usus Buntu hingga Diabetes

buah bidara dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit


Punya Hewan Peliharaan, Awas Tertular Penyakit Berikut

8 Februari 2021

Ilustrasi adopsi anjing dan kucing. Salemcountyhumanesociety.org
Punya Hewan Peliharaan, Awas Tertular Penyakit Berikut

Punya hewan peliharaan memang menghibur. Tapi awas, mereka juga bisa menularkan penyakit kepada pemiliknya.


Banjir Lagi, Waspadai Penyakit Akibat Virus dan Jamur Berikut

8 Februari 2021

Petugas BPBD DKI Jakarta mengevakuasi korban banjir di RT11 RW05 Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur, menggunakan perahu karet, Minggu (7/2/2021). Banjir terjadi akibat luapan Kali Ciliwung. (ANTARA/HO-BPBD DKI).
Banjir Lagi, Waspadai Penyakit Akibat Virus dan Jamur Berikut

Banjir selalu menyisakan berbagai masalah, bukan hanya kotoran dan lumpur tapi juga beragam penyakit akibat virus dan jamur.


Mengenal Vertigo, Penyakit Penyebab Wafatnya Rektor Paramadina

7 Februari 2021

Firmanzah, Rektor Paramadina. Facebook
Mengenal Vertigo, Penyakit Penyebab Wafatnya Rektor Paramadina

Rektor Paramadina, Firmanzah, wafat karena vertigo. Penyakit ini banyak dialami orang tapi kurang dipahami bahayanya.


Cegah Stroke dengan Selalu Gembira dan Aktif

7 Februari 2021

Ilustrasi stroke. healthline.com
Cegah Stroke dengan Selalu Gembira dan Aktif

Dokter mengatakan membangkitkan rasa gembira dan bahagia merupakan cara efektif serta mudah yang dapat dilakukan untuk mencegah stroke.


Hindari Faktor Pemicu Kanker, Dokter Beri Saran

6 Februari 2021

Ilustrasi kanker (pixabay.com)
Hindari Faktor Pemicu Kanker, Dokter Beri Saran

Dokter menjelaskan penyebab penyakit kanker dan faktor pemicu yang sebenarnya bisa dihindari, termasuk memilih gaya hidup sehat.


Pentingnya Peran Bidan sebagai Garda Terdepan Deteksi Kanker Payudara

2 Februari 2021

Ilustrasi kanker payudara. Shutterstock.com
Pentingnya Peran Bidan sebagai Garda Terdepan Deteksi Kanker Payudara

Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada di tengah masyarakat dan lini terdepan pelayanan kesehatan pun harus paham deteksi dini kanker payudara.


Sering Terlambat Terdeteksi, Ini Pesan Pakar tentang Kanker Payudara

2 Februari 2021

Ilustrasi kanker payudara (pixabay.com)
Sering Terlambat Terdeteksi, Ini Pesan Pakar tentang Kanker Payudara

Pakar mengingatkan perlunya mengenali gejala kanker payudara lebih dini untuk menurunkan risiko keparahan penyakit dan mempercepat penyembuhan.


5 Penyakit dengan Kasus Kematian Tertinggi yang Perlu Diwaspadai

25 Januari 2021

Ilustrasi hipertensi (Pixabay.com)
5 Penyakit dengan Kasus Kematian Tertinggi yang Perlu Diwaspadai

Indonesia mengalami kenaikan jumlah prevalensi penyakit tidak menular dan menjadi penyebab kematian tertinggi. Penyakit apa saja itu?


Radang Usus Kronis dan GERD Tak Sama, Pakar Jelaskan Bedanya

24 Januari 2021

Gangguan asam lambung.
Radang Usus Kronis dan GERD Tak Sama, Pakar Jelaskan Bedanya

Jangan samakan GERD dengan radang usus kronis atau IBD meski sama-sama menyerang lambung. Simak penjelasan pakar berikut.