TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia Rizal Darma Putra memprediksi akan ada konflik kepentingan bila personel Tentara Nasional Indonesia bergabung dengan Komisi Pemberantasan Korupsi. Salah satunya adalah KPK berpeluang tidak obyektif saat menangani kasus korupsi yang terjadi di lembaga pertahanan negara.
"Selama ini saja KPK belum pernah mengutak-atik Kementerian Pertahanan," ujar Rizal saat dihubungi pada Jumat, 8 Mei 2015.
Sebelumya, ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrrachman Ruki mengakui kalau institusinya meminta Panglima TNI Jenderal Moeldoko agar anggota TNI bisa bergabung dan mengisi jabatan penting di KPK. Menurut dia, tak ada masalah jika anggota TNI bergabung dengan KPK untuk mengisi kekosongan sumber daya manusia. Moeldoko juga telah menyatakan kesiapan untuk menempatkan prajuritnya di KPK.
Seharusnya, ucap Rizal, KPK mampu melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga tuntutan atas kasus korupsi yang terjadi di berbagai instansi tanpa tebang pilih. Penempatan TNI di dalam tubuh KPK akan lebih memicu munculnya konflik kepentingan. Rizal mengingatkan KPK agar terus menjaga objektivitas. "Kinerja KPK tidak dijamin jadi lebih baik bila ada tambahan personel TNI."
Rizal menjelaskan TNI juga punya fungsi dan wewenang tersendiri yang kemungkinan terganggu bila personelnya bergabung dengan KPK. Rizal khawatir konsentrasi TNI untuk mendidik tentara yang lebih modern dan akuntabel akan terbelah dengan adanya wacana ini. "Tentara fokus ke situ saja, jangan diganggu," ujar dia.
Rizal menyatakakan prajurit TNI tak bisa serta-merta bergabung dengan KPK. "Harus ubah undang-undang atau tunggu pensiun dulu," ucap dia. Alasannya, menduduki jabatan di KPK tak relevan dengan fungsi dan wewenang TNI.
MOYANG KASIH DEWIMERDEKA