TEMPO.CO , Jakarta:Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) rencananya akan mengisi sejumlah posisi di lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi. Rencana ini, menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan, Universitas Padjadjaran, Muradi, dinilai tidak pas.
“Kalau ini muncul sekarang, akan terjadi perpindahan konflik dari KPK-Polri, menjadi TNI-Polri. Ini juga jadi masalah tersendiri. Momennya nggak pas,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 8 Mei 2015.
Muradi mengatakan, lembaga anti-rasuah itu seharusnya sudah bisa menggandeng personil TNI bergabung sejak lima tahun lalu, minimal selepas pengesahan revisi Undang-Undang KPK tahun 2009. “Bahkan dengan revisi itu dimungkinkan mengajak personil TNI untuk menjadi penyidik KPK,” kata dia.
Dia menyayangkan, lambannya KPK untuk menggunakan peluang merekrut penydik sendiri sejak disahkanya revisi Undang-Undang KPK yang memungkinkan merekrut penyidik dari unsur-unsur lain di luar kejaksaan dan polisi. “Kalau mau, katakanlah sejak awal semua penyidik boleh menjadi penyidik KPK, kalau TNI misalnya yang mengurusi soal hukum dan sebaginya,” kata Muradi.
Muradi mencontohkan, jikas sejak saat itu dalam setahun saja merekrut 50 penyidik baru, KPK tidak akan mengalami persoalan ketergantungan penyidik dari lembaga lain. “Masalahnya teman-teman KPK agak lamban, akhirnya ketergantungannya luar biasa. Itu menggangu kinerja KPK sendiri,” kata dia. “Padahal anggarannya ada, dan lebih mudah memantain anggota sendiri ketimbang orang lain.”
Menurut Muradi, kendati personil TNI dipaksakan menjadi penyidik, masih banyak pekerjaan rumah yang menyangkut penyesuaian regulasi masing-masing institusi. “Buat saya, masalahnya regulasi jangan dilanggar,” kata dia.
Muradi mengatakan, TNI masih ada pekerjaan rumah untuk merumuskan lebih tegas lagi soal penugasan atau penglihan status personil militer yang bergabung dengan institusi lain di luar militer. “Aturanya membolehkan dan ada, masalahnya adalah penegasan aturan soal alih status, kekaryaan, dan pensiun dini bagi anggota TNI,” kata dia.
Namun Muradi menyarankan, agar personil TNI yang bergabung di KPK agar tidak dalam posisi penyidik. Banyak alasannya, salah satunya, dia meragukan tidak klopnya kultur TNI dan Polisi yang dikhawatirkan malah bakal mengganggu kinerja lembaga itu. “Saya setuju untuk staf, tapi bukan penyidik, asal alih status,” kata dia.
Taufiequrrachman Ruki, ketua sementara Komisi Pemberantasan Korupsi, mengakui kalau institusinya meminta Panglima TNI Jenderal Moeldoko agar anggota TNI bisa bergabung dan mengisi jabatan penting di KPK. Menurut dia, tak ada masalah jika anggota TNI bergabung dengan KPK untuk mengisi kekosongan sumber daya manusia.
"Kalau cocok kompetensinya, saya pikir tidak ada salahnya kalau diisi oleh panglima supaya ada TNI yang bergabung dengan KPK," kata Ruki dalam pesannya yang diterima Tempo, Jumat, 8 Mei 2015.
Namun Ruki mengkoreksi pernyataan Moeldoko yang menyebut KPK meminta TNI mengisi jabatan Sekretaris Jenderal KPK. Ia mengatakan TNI bisa mengisi posisi tersebut jika Sekjen KPK sekarang ini sudah tidak lagi menjabat. "Maksudnya kalau nanti Sekjen KPK kosong, sekarang kan masih terisi," ujar Ruki.
Saat ini ada enam posisi kosong di KPK, yakni direktur penyelidikan, direktur penyidikan, direktur pengawasan internal, biro hukum, dan biro hubungan masyarakat. Ada satu lagi jabatan Deputi Pencegahan yang ditinggalkan Johan Budi karena sekarang menjadi Wakil Ketua KPK sementara.
AHMAD FIKRI