TEMPO.CO , Bandung:Kepala Bidang Mitigasi Bencana, Gempa Bumi, dan Gerakan Tanah, Pusat Vulkanologi dan Bencana Geologi, Badan Geologi, Gede Suantika mengatakan, salah satu rekomendasi lembaganya meminta PT Star Energy untuk memindahkan jalur pipa saluran panas bumi yang pecah diterjang longsor Pangalengan, Kabupaten Bandung. “Pipa geothermal di lokasi bencana sebaiknya dipindahkan jalurnya, kalau pun terpaksa (di sana) harus dilakukan penguatan lereng,” kata dia saat dihubungi Tempo, Jumat, 8 Mei 2015.
Menurut Gede, pemindahan pipa saluran panas bumi untuk pembangkit geothermal memang bukan perkara mudah karena harus memperhitungkan tekanan uap bumi untuk memutar pembangkit. Dengan pertimbangan itu, jika Star Energy terpaksa mempertahankan jalur pipanya di lokasi bencana, diminta memeriksa lereng yang longsor. “Memang banyak yang harus dipertimbangkan,” kata dia.
Gede mencontohkan, potensi longsor masih mengancam di lokasi bencana dengan temuan masih dijumpai retakan di bukit, justru di atas mahkota longsor. “Hasil pemantauan sementara di atas masih dijumpai rekahan, di atas mahkota longsor. Artinya belum semua material turun. Dan dengan masa tanah yang terpindahkan terlalu banyak, membuat tanah di atasnya tidak stabil,” kata dia.
Menurut Gede, Star Energy juga diminta memeriksa jalur pipanya yang lain dan mengantisipasinya agar tidak putus ditabrak longsor. “Sebaiknya dilakukan pemetaan jalur-jalur mana yang rawan longsor, dihitung kestabilan lerengnya. Bila ditemukan lereng yang tidak stabil, segera lakukan penguatan lereng,” kata dia.
Gede mengingatkan, pengelola pembangkit panas bumi lainnya agar memeriksa juga pipanya masing-masing berkaca pada kejadian putusnya pipa akibat ditabrak longsor. “Ada potensi rawan juga karena mereka naruh pipanya di gunung-gunugn. jadi pasti ada jalur-jalur yang melewati daerah lereng, curam, dan terjal. Daerah rawan ini perlu diperhatikan sebaik-baiknya,” kata dia.
Baca Juga:
Menurut Gede, masing-masing pengelola pembangkit geothermal diyakininya rutin memeriksa jalur pipa saluran upa panas buminya masing-masing . “Mereka sudha punya SOP (Standar Operating Procedur) sendiri,” kata dia.
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Surono mengatakan, penempatan pipa saluran panas bumi harus berada di jalur yang aman. “Kejadian seperti ini pernah terjadi di Gunung Salak awal tahun 2000, patah juga itu pipa,” kata dia di Bandung, Rabu, 6 Mei 2015.
Menurut Surono, potensi panas bumi di Indonesia berkisar 29 Giga Watt elektrik, tapi yang baru dikelola sekitar 1,4 Giga Watt. “Mayoritas panas bumi itu memang origin vulkanik, pemanasnya gunung api. Memang daerah gunugn api tidak ada yang stabil. Pandai-pandai saja insinyurnya untuk memasang pipa di daerah yang stabil,” kata dia.
Surona mengatakan, dengan menempatkan pipa saluran panas bumi di lokasi yang stabil, meminimalisir ancaman longsor. “Potensinya panas buminya tinggi, tapi daerahnya labil,” kata dia. “Satu cara yang bisa dilakukan (mengantisipasinya) dengan menggunakan, misalnya ‘retening wall’ (penguatan lereng), untuk menjaga daerah itu,” kata dia.
AHMAD FIKRI
VIDEO TERKAIT: