TEMPO.CO, YOGYAKARTA - Pemerintah Kota Yogyakarta mengaku belum bisa memberikan kepastian apa pun terkait nasib pencairan dana keistimewaan setelah Sabda Raja dikeluarkan Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X.
Sabda Raja Sultan HB X sempat diperkirakan bakal mempengaruhi perubahan Undang-Undang Keistimewaan DIY yang satu paket dengan pos alokasi pemerintah pusat untuk DIY melalui APBN sebagai pendukung pelaksanaan UU itu. (baca:Sensitif pada Isu Suksesi Keraton, Perda Jabatan Gubernur DIY Tak Rampung)
"Kalau pencairan tahap pertama bulan April kemarin masih lancar dan tak terlambat. Kami belum tahu jika ada (polemik) ini, apa akan ada perubahan karena belum ada pemberitahuan dari provinsi," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta Eko Suryo Maharsono kepada Tempo, Jumat, 8 Mei 2015.
Menurut Eko, tahun ini Pemerintah Kota Yogyakarta mendapat jatah alokasi dana keistimewaan sekitar Rp 29 miliar untuk bidang kebudayaan dan instansi terkait. Dari jumlah itu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mendapat Rp 9 miliar. "Baru dicairkan Rp 300 juta untuk instansi kami sendiri," ujar dia. (baca:Soal Sabda Raja Sultan, Sejarawan: Itu Hak Mutlak Raja)
Eko mengatakan pengajuan pencairan dana keistimewaan memang dilakukan per termin, bisa tiga atau empat kali lebih per tahun. "Mei ini kami akan ajukan pencairan lagi, tapi koordinasi dulu dengan provinsi apa tidak ada pengaruh sama sekali atau apa ada penundaan," ujar dia.
Lima poin Sabda Raja hanya mencantumkan perubahan terkait gelar nama raja dan sejumlah hal tentang tatanan adat dan sejarah keraton. Namun beberapa kalangan menilai hal itu tetap akan memicu amandemen UU Keistimewaan yang mempengaruhi nasib dana kesitimewaan.
"Karena pusat mengesahkan UU itu melihat latar sejarah keraton yang dahulu. Kalau paugeran berubah berati ada kerajaan baru. Ini yang memicu UU Keistimewaan diubah dan dana keistimewaan dikaji ulang," ujar budayawan yang juga pemimpin Jejaring Keistimewaan Ayodya Yogyakarta Kyai Haji Muhammad Jazir.
PRIBADI WICAKSONO