TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah elemen masyarakat yang selama ini loyal dengan Keraton Yogyakarta mempersiapkan aksi Tapa Pepe atau protes dengan jalan berjemur di tengah terik matahari guna mempertanyakan Sabda Raja yang dikeluarkan Raja Keraton Sultan Hamengku Buwono X.
Tapa Pepe ini rencananya akan dilakukan secepatnya dalam pekan ini atau awal pekan depan, dengan melibatkan sekitar 60 elemen yang dipusatkan di Alun-Alun Utara atau depan kompleks keraton. Tapa Pepe dinilai sebagai usaha terakhir rakyat menyikapi sesuatu yang dirasa mendesak dan mengkhawatirkan.
"Tapa Pepe ini bukan aksi untuk melawan raja, kami ingin bertanya langsung dulu apa sebenarnya maksud Sabda Raja itu, ini sangat meresahkan," ujar Komandan Paguyuban Seksi Keamanan Keraton (Paksi Katon) Mohammad Suhud kepada Tempo Kamis 7 Mei 2015.
Paksi Katon sendiri merupakan salah satu organisasi pengamanan keraton yang terbentuk dari unsur sipil. Kelompok ini biasanya turun saat terjadi isu atau dinamika menyangkut kondisi keraton.
Suhud menuturkan, pihaknya yang selama ini cukup loyal menjaga institusi keraton tak sepakat jika benar Sabda Raja itu untuk mengubah sejumlah pokok paugeran keraton yang sudah turun temurun. Tak hanya pengubahan gelar Sultan, namun juga wacana adanya raja perempuan.
Wacana raja perempuan semakin menguat pasca Sultan HB X menahbiskan putri sulungnya sendiri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun dengan gelar baru GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram. Gelar baru itu disebut-sebut sebagai penobatan putri mahkota sebelum diangkat jadi raja.
"Loyalitas dan penghormatan kami hanya kepada institusi dan budaya keraton agar tetap terjaga, namun untuk pribadi-pribadi di dalamnya (keraton) bukan hal wajib dihormati," ujar Suhud.
Paksi Katon pun selaku unsur masyarakat siap menolak dan melawan jika Sabda Raja memang bertujuan untuk mengubah paugeran yang sudah dijaga berabad-abad.
"Raja dan kerajaan tidak akan ada tanpa rakyat, sebagai rakyat kami mendesak paugeran yang sudah terjamin juga dalam undang-undang keistimewaan ini tak diotak-atik," ujar dia.
"Kami hanya menghormati raja dari keraton yang menjunjung paugeran Mataram Islam, kalau paugeran diubah berarti ada raja dan kerajaan baru," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO