TEMPO.CO , Bandung: Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengungkapkan rencana kementeriannya menggelar operasi penegakan hukum lingkungan. “(Kasusnya) istilah saya destruksi lingkungan. Ini kalau soal hukum, tidak boleh dikorek-korek loh,” kata dia di Bandung, Kamis, 7 Mei 2015.
Siti enggan memerinci operasi penegakan hukum yang bakal dilakukannya dalam waktu dekat. “Saya sudah akan beroperasi di beberapa daerah lain.”
Menurut Siti, pelanggaran hukum lingkungan di sejumlah provinsi terhitung parah. Dia membandingkan, kasus perusakan lingkungan di Jawa Barat masih terhitung ringan. “Banyak provinsi lain gila-gilaan, lebih parah. Jawa Barat bukan termasuk yang paling parah kalau dari perspektif kejahatan terorganisir kehutanan.
Siti mengaku, sedikitnya ada lima provinsi yang tengah dibidiknya, antara lain di Sumatera, Kalimantan, serta Sulawesi. “Yang sedang kita soroti paling sedikit lima provinsi. Di Sumatera ada, kalimantan ada, Sulawesi gak terlalu,” kata dia.
Menurut Siti, kementeriannya juga tengah mengembangkan model penegakan hukum lingkungan hidup. “Yang paling baik kita coba andalkan untuk pengembangan model adalah Jawa Barat. Saya juga berharap ada model juga dari Jambi. Baru dua ini yang kelihatan.” .
Siti menambahkan model yang tengah dikembangkan itu menyatukan sudut pandang lingkungan dan perspektif kehutanan. “Hutan punya fungsi sumber daya hutan, tapi ketika mengalami beban kita sebut ‘lingkungan’. Beda perspektif melihatnya saja,” kata dia.
Dia mencontohkan, Jawa Barat yang dinilai paling banyak menanggung beban lingkungan karena menjadi pusat investasi industri manufaktur sejak jaman Orde Baru. “Pemda Jabar menanggng beban tinggi terutama dampak lingkungan karena investasi begitu banyak di waktu lalu,” kata Siti.
Sejumlah masalah muncul saat ini, diantaranya soal tata ruang. Siti mengatakan, kementeriannya mendukung Jawa Barat dalam pencegahan pembiaran penegakan hukum. “Kami memetik formatnya untuk kita coba kembangkan,” kata dia. “Format ini dipakai untuk penanganan di tempat lain walaupun kasusnya tidak sama.”
AHMAD FIKRI