TEMPO.CO, Bandung - Kepala Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Surono mengatakan, longsor di Pangalengan Kabupaten Bandung bukan disebabkan pipa saluran uap panas bumi meledak. “Bukan ledakan pipa menyebabkan longsor, tapi memang longsor ini memotong pipa dan meledak karena tekanan tinggi di dalamnya,” kata Surono di Bandung, Rabu, 6 Mei 2015.
Surono mengatakan, indikasi retakan tanah penyebab longsor sudah diketahui sejak Maret 2015. Baru pada 2 Mei 2015, timnya memeriksa retakan tersebut atas permintaan BPBD Kabupaten Bandung. “Retakannya memotong jalur pipa,” kata dia. “Bahwa ada ancaman terhadap jalur pipa panas bumi dan sebagainya diketahui saat itu. Rekomendasi tanggal 2 Mei, tidak mungkin memindahkan pipanya tanggal 3 Mei. “
Menurut Surono, pemicu longsor adalah air akibat hujan deras. “Air tersebut menyebakan bagian atasnya cenderung bergerak. Air bagian dari pemicu longsor,” kata dia. “Tadinya indikasinya gerakan tanah lambat, jenis rayapan, nendatan, ada rekahan. Retakan terus berkembagn terutama setelah hujan lebat. Longsor 5 Mei 2015 kelanjutan itu.”
Laporan sementara timnya, hujan lebat terus menerus sejak tanggal 2 Mei sampai 4 Mei 2015 diduga menjadi penyebab longsor. Informasi dari BPBD Kabupaten Bandung, longsoran bahan rombakan panjangnya 1000 meter dan lebar 500 meter.
Surono mengatakan, saat pemeriksaan itu mendapati beton penyangga pipa saluran uap panas bumi Star Energi itu retak. “Pada tanggal 2 Mei itu ada ditemukan kerusakan pada penyangga beton pipa retak, dan pipa penyaluran panas bumi melengkung,” kata dia.
Baca Juga:
Dalam surat resmi rekomendasi lembaganya, sudah mewanti-wanti kemungkinan pipa putus jika terjadi longsor dan mengancam permukiman di dekatnya. Informasi yang diperoleh Badan Geologi dari BPBD Kabupaten Bandung menyebutkan longsor tersebut memotong pipa saluran uap panas bumi Star Energi sepanjagn 300 meter dan menimbulkan ledakan.
Surono mengatakan, lembaganya meminta sudah meminta agar Star Energi memindahkan pipa tersebut ke daerah lain yang lebih aman. “Saya belum menerima respon Star Energi,” kata dia. “Saya yakin Star Energy tidak mau kehilangan investasinya. Gak mungkin gak dijalankan karena ini menyangkut maslaah investasi, hanay masalahnya waktunya pendek, rekomendasinya 2 Mei 2015.”
Menurut Surono, pipa saluran panas bumi yang terputus akibat longsor bukan hanya sekali ini di Indonesia. Pembangkit panas bumi di Gunung Salak misalnya pada awal tahun 2000 pernah mengalami. “Jalur pipanya harus memilih daerah yang aman,” kata dia. “Semua pembangkit panas bumi di Indonesia mayoritas origin pemanasnya vulkanik , daerahnya subur dan labil.”
Surono mengatakan, sudah mengirim timnya lagi untuk memeriksa lokasi longsor. “Apakah memang masih membahayakan di kemudian hari, kalau masih, tidak ada diskusi lain. Harus relokasi karena ini masalah nyawa,” kata dia.
Dalam rilis tertulisnya, Presiden Direktur Star Energy Geothermal Rudy Suparman megnatakan, perseroan mengalami kerugian akbiat longsor tersebut. “Saat tanah longsor terjadi, pipa seperti digunting dan langsung mengeluarkan material uap panas dalam jumlah besar, sehingga terdengar seperti bunyi ledakan. Tekanan begitu tinggi," kata dia.
Star Energy menyatakan komitmennya membantu korban. Termasuk memfasitlisa dan membantu upaya evakuasi korban longsor yang tejradi Selasa, 5 Mei 2015, sekitar pukul 14.30 WIB di Dusun Cibitung, Gunung Bedil, Desa Margamukti Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung.
Bencana tanah longsor ini menimpa pipa saluran geothermal milik Star Energy Geothermal (Wayang Windu) Ltd. yang mengakibatkan terjadinya kerusakan dan terputusnya pipa produksi Perusahaan. Uap pada pipa yang terputus tersebut mengakibatkan ledakan sehingga power plant Star Energy saat ini dalam keadaan berhenti beroperasi. Bencana tanah longsor ini juga mengakibatkan kerugian materiil pada perumahan penduduk dan mengakibatkan satu korban jiwa dan beberapa orang luka-luka.
AHMAD FIKRI