TEMPO.CO, Blitar -Petugas Imigrasi Blitar menyisir pondok-pondok pesantren yang ada di wilayah Blitar. Mereka menduga ada cukup banyak warga negara asing yang tak memiliki izin tinggal alias imigran gelap asal Timur Tengah yang bernaung di sana.
“Mereka banyak tinggal di pondok pesantren salafiyah di Blitar,” kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar Tato Juliadin Hidayawan, Rabu 6 Mei 2015.
Seluruh petugas Imigrasi mencari warga asing untuk diperiksa dokumennya dalam operasi penyisiran yang telah dilakukan sejak Selasa, 5 Mei 2015, hingga rencananya Jumat, 8 Mei 2015. Pada hari pertama, petugas menemukan tujuh warga negara Malaysia yang tinggal di Pondok Pesantren Nurussalam, Desa Sumber, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar.
Mereka terdiri dari seorang perempuan dan enam laki laki yang rata-rata berusia sekitar 13 – 23 tahun. Sesuai Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau visa terbatas keduanya tercatat warga Tanjung Karang, Selangor Malaysia. Kepada petugas Imigrasi, mereka mengaku sudah belajar agama di pondok itu selama tiga tahun karena ingin menjadi penghafal Al Quran.
“Saya akan pulang kalau sudah benar-benar hafal,” kata Amir Zaini, seorang diantara tujuh warga Malaysia itu. Dia mengaku mengenal Pesantren Nurussalam dari temannya yang lebih dulu lulus dari pondok itu. Hingga kini sebanyak 10 santri asal Malaysia pernah belajar di pondok yang tak banyak memiliki santri lokal ini.
Menurut Tato, pemeriksaan ini juga mengantisipasi potensi masuknya kelompok radikal dari luar negeri. Kawasan Blitar, Tulungagung, dan Trenggalek yang menjadi wilayah kerja Kantor Imigrasi Blitar disebutkannya merupakan lalu-lintas imigran gelap asal Timur Tengah yang hendak menuju Pulau Natal Australia.
HARI TRI WASONO