TEMPO.CO, Banyuwangi - Dewan Kesenian Blambangan (DKB), Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, memprotes Gubernur Jawa Timur yang menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 19 Tahun 2014. Pergub tentang Mata Pelajaran Bahasa Daerah sebagai muatan lokal wajib tersebut, tidak menyertakan bahasa daerah Using Banyuwangi.
Ketua DKB Banyuwangi Samsudin Adlawi mengatakan, pergub tersebut hanya mewajibkan bahasa Jawa dan Madura sebagai muatan lokal wajib yang diajarkan di tingkat SD hingga SMA. “Kami sudah kirimkan surat protes ke Gubernur,” kata Samsudin kepada wartawan, Rabu, 6 Mei 2015.
Selain melayangkan surat protes, DKB memboikot kegiatan-kegiatan seni-budaya yang digelar oleh pemerintah Jawa Timur. Sebab dengan tidak memasukkan bahasa Using sebagai muatan lokal, Gubernur Soekarwo dianggap tidak mengakui budaya Banyuwangi.
Samsudin mengatakan, Banyuwangi telah mengajarkan muatan lokal bahasa Using di tingkat SD-SMP sejak 2007. Bahkan pengajaran muatan lokal bahasa Using itu diperkuat dengan Peraturan Daerah Banyuwangi Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembelajaran Bahasa Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar. “Dengan terbitnya Pergub tersebut mengancam keberadaan bahasa Using Banyuwangi,” ujarnya.
Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi, Sulihtiyono, mengatakan, pascaterbitnya Pergub itu sejumlah sekolah tidak lagi mengajarkan bahasa Using. “Karena sekolah menganggap bahasa Using tidak lagi wajib,” kata Sulihtiyono.
Sulihtiyono mengatakan, Pemerintah Jawa Timur masih menganggap bahasa Using hanya dialek dari bahasa Jawa. Padahal, Banyuwangi telah memiliki kamus Bahasa Using yang kosa kotanya berbeda dengan bahasa Jawa.
IKA NINGTYAS