TEMPO.CO, Jakarta - Belasan orang duduk melingkari meja makan di sebuah rumah di Pandeyan, Umbulharjo, Yogyakarta. Mereka berdoa, mensyukuri terpidana mati kasus narkotik asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, yang bebas dari eksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu, 29 April 2015. Kue, makanan, dan minuman tersaji di atas meja panjang itu. Tak lupa mereka menyanyikan lagu Happy Birthday untuk Mary Jane.
Mereka yang datang adalah aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia, di antaranya Karsiwen. Ada juga pendamping rohani Mary Jane, Pastor Harold Toledano, aktivis Migrante Internasional, Connie Bragas Regalado, dan pengacara Mary Jane dari International Association Democratic Lawyers Filipina, Atty Edre U Olalia, dan anggota Focolare, komunitas Internasional untuk Perdamaian dan Kesatuan Dunia.
“Ini syukuran sederhana untuk menyambut Mary Jane yang lolos dari hukuman mati,” kata Romo Harold kepada Tempo di Pandeyan, Kamis, 30 April 2015. Harold adalah pastor asal Filipina yang bertugas di Bandung, dan menjadi pendamping keluarga Mary Jane.
Sebagian besar yang hadir di syukuran itu, pada hari yang sama, membezuk Mary Jane di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan, Yogyakarta. Mereka mendampingi keluarga Mary Jane yang datang dari Filipina bersama pegawai Kedutaan Besar Filipina di Jakarta. Sore hari setelah mereka membezuk, keluarga Mary Jane terbang ke Manila kembali ke tanah airnya.
Di Wirogunan, Romo Harlod bertemu dengan Mary Jane dan memberikan pemberkatan. Mereka saling berpelukan. Kepada Pastor Harlod, Mary Jane mengucapkan terima kasih. Romo Harlod kemudian berjanji untuk membantu Mary Jane tidak lagi diancam hukuman mati. Ia merujuk pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyatakan eksekusi terhadap Mary Jane tidak dibatalkan, tapi hanya ditunda hingga menunggu proses pengadilan Filipina atas perekrut Mary Jane yang bernama Maria Kristin Sergio.
Pastor Harold mengatakan Mary Jane dianggap lahir kembali karena ia mendapatkan kesempatan untuk hidup setelah batal dieksekusi pada Rabu dini hari lalu 29 April 2015. Apalagi pembatalan itu terjadi di detik-detik akhir ketika regu tembak hendak mengeksekusi Mary Jane bersama delapan narapidana lainnya. Sebelumnya, Mary Jane juga masuk dalam daftar yang hendak dieksekusi pada gelombang pertama beberapa bulan yang lalu. Tapi, eksekusi untuk Mary Jane ditunda karena tim kuasa hukumnya mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Aktivis Jaringan Buruh Migran Indonesia yang mendampingi Mary Jane dan keluarga, Karsiwen, mendesak Jokowi memberi perhatian lebih kepada buruh migran Indonesia. Ada banyak buruh migran asal Indonesia yang terancam hukuman mati. “Kasus Mary Jane mencerminkan pentingnya pemerintah mempunyai lobi yang kuat untuk menyelamatkan buruh migran dari ancaman hukuman mati,” kata Karsiwen.
SHINTA MAHARANI