TEMPO.CO, Surabaya - Memperingati Hari Buruh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya menggelar aksi tutup mulut di Monumen Perjuangan Pers Surabaya, Jumat, 1 Mei 2015. Aksi ini dilakukan oleh para jurnalis sebagai bentuk protesnya atas banyaknya jurnalis yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Regional (UMR).
Ketua AJI Surabaya, Prasto Wardoyo, menyatakan bahwa lebih dari 40 persen anggota AJI saat ini berstatus pekerja tidak tetap. Sebagian besar dari mereka menerima upah yang rendah. Bahkan jauh dari UMR yang ditetapkan Surabaya sebesar Rp 2,7 juta. “Sebutan mereka biasanya koresponden, kontributor, freelance, stringer, hingga tuyul,” katanya kepada wartawan.
Sayangnya sebagian besar media massa juga banyak yang acuh dan tetap memilih menggaji rendah para karyawannya. Para pengusaha dianggap hanya memperlakukan jurnalis sebagai karyawan, tanpa melihat profesi mereka sebagai seorang pewarta.
“Dulu musuh kami ada penguasa yang otoriter. Saat ini, musuh kami telah berubah,” ucapnya. Prasto menganggap bahwa musuh sebenarnya jurnalis saat ini adalah perusahaan media massa itu sendiri. Perusahaan hanya berpikir bisnis.
Ini yang membuat para pekerja media yang tergabung dalam AJi Surabaya ini turun gunung dan melakukan aksi tutup mulut. Mereka juga terlihat membuat balon yang terbuat dari plastik hitam besar dengan berbagai poster tuntutan. Para jurnalis Surabaya ini kemudian melakukan jalan kaki dari Monumen Perjuangan Pers Surabaya ke Gedung Grahadi Surabaya.
Bertepatan dengan hari buruh internasional ini, AJI Surabaya mendesak agar persuahaan media meningkatkan kesehjateraan karyawannya. Kemudian mendesak pemerintah menetapkan upah sektoral pekerja dengan memperhatikan karakteristik industri pers itu sendiri. “Kami juga mendesak agar perusahaan pers memberi kontrak jelas kepada jurnalis freelance,” ujarnya.
Di akhir orasi bisunya, AJI mendesak perusahaan media agar mematuhi ketentuan pemerintah terkait iuran pensiun yang harus dibayar ke BPJS Ketenagakerjaan per 1 Juli 2015. Perusahaan harus menyertakan jurnalis dalam program jaminan sosial tanpa menurunkan fasilitas dasar yang diterima para jurnalis.
AJI Surabaya juga menyerukan seluruh perusahaan media di Indonesia agar menerapkan sistem pengupahan dan memberi tunjangan yang setera tanpa diskriminasi.
AVIT HIDAYAT