TEMPO.CO, Bengkulu - Pada Peringatan hari buruh internasional yang jatuh Jumat ini, para buruh di Bengkulu yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tidak melakukan aksi turun ke jalan seperti yang biasa mereka lakukan. Mereka malah duduk "ngopi" bersama Gubernur, Forum Komunikasi Perangkat Daerah (FKPD) dan sejumlah pengusaha.
Pada acara ngopi bareng itu hadir puluhan perwakilan SPSI dari seluruh kabupaten untuk duduk bersama dalam acara "cofee morning" santai di rumah dinas Gubernur Junaidi Hamsyah. Perwakilan buruh menyampaikan beberapa tuntutan kepada gubernur, salah satunya kenaikan Upah Minimum Provinsi, BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan dan perumahan murah bagi buruh.
"Kami mengharapan ada kenaikan UMP, karena nilai yang ada sekarang sebesar Rp 1,5 juta tidak rasional lagi ditambah lagi naik turunnya harga bahan bakar minyak membuat harga di pasaran menjadi tidak stabil," kata Edi, Ketua SPSI Kabupaten Bengkulu Tengah, pada acara tersebut.
Mereka juga menuntut komitmen perusahaan untuk membayarkan secara penuh iuran dana pensiun, yang hingga saat ini sebesar 3 persen masih ditanggung para buruh, dan perusahaan hanya membayar 5 persennya saja. "Kami berharap Gubernur bisa menindaklanjuti tuntutan kita guna menjamin kesejahteraan buruh di kemudian hari," harapnya.
Gubernur Junaidi mengharapkan segala tuntutan buruh dituangkan dalam bentuk petisi yang akan disampaikan pemerintah provinsi Bengkulu ke kementerian. "Keinginan saya agar para buruh menyampaikan semua aspirasinya kepada pemerintah, kalau bisa buat semacam petisi untuk kemudian kita sampaikan ke kementerian," ujarnya.
Junaidi menegaskan pihaknya segera melayangkan surat teguran kepada perusahaan yang tidak memberi upah upah minimum Bengkulu, yakni Rp 1,5 juta. "Hasil rapat sebelumnya dengan Tripartit, Apindo, dan SPSI, kita akan surati seluruh perusahaan yang isinya terkait pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan, UMP, serta tunjangan pekerja," kata Junaidi.
Gubernur mengatakan perusahaan wajib memberi tunjangan kepada pekerja, antara lain tunjangan kesejahteraan, kesehatan, hari tua, dan tunjangan-tunjangan lainnya. "Jika satu bulan setelah surat dilayangkan, tim akan turun untuk melihat apakah ketentuan tersebut sudah diindahkan atau tidak, karena sanksi juga sudah diatur apabila sistem pengupahan tak juga sesuai UMP," jelasnya.
Tidak hanya itu, Gubernur juga menyoroti harga BBM yang fluktuatif. Kondisi ini berdampak pada kehidupan para buruh. Sementara SK Gubernur tak bisa serta merta dikeluarkan, harus melalui tahapan dan kajian. "Nggak mungkin kan tiba-tiba kita naikkan UMP, kemudian kita turunkan lagi seperti harga BBM," kata Junaidi.
Maka solusi yang ditawarkan Junaidi untuk hal ini adalah berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar menetapkan batas atas dan batas bawah dari naik turunnya harga BBM. Sehingga pemerintah provinsi bisa menetapkan UMP yang sesuai dengan kondisi ekonomi pekerja.
Gubernur juga berjanji akan berkoordinasi dengan BPJS dan rumah sakit di Bengkulu agar tidak menyulitkan buruh dalam menggunakan haknya. "Terkait masalah pelayanan BPJS yang menurut para buruh belum maksimal semua akan kami tindak lanjuti," tutupnya.
PHESI ESTER JULIKAWATI