TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengatakan Presiden Joko Widodo tak pernah memberikan kepastian penundaan eksekusi hukuman mati Mary Jane Fiesta Veloso. Sampai akhir pertemuannya dengan Jokowi di Istana Negara pada Selasa siang, 28 April 2015, Anis mengaku masih cemas.
"Kalimat terakhir Pak Jokowi adalah 'Perlindungan buruh migran memang perlu diperbaiki'. Itu saja, tak ada kata-kata lain, tak ada penegasan untuk apapun," kata Anis saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 April 2015.
Mary Jane direncanakan dieksekusi mati pada Rabu dini hari keesokan harinya. Jaraknya tak lebih dari 12 jam dari pertemuan Anis dengan Jokowi.
Jokowi memang mengundang Anis pada Selasa itu. Selain Anis, ada juga perwakilan serikat buruh. Bukan cuma soal Mary Jane yang dibicarakan Jokowi melainkan juga Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei nanti. "Pikiran saya ke mana-mana," ujar Anis.
Maka saat diberi kesempatan bicara, Anis bercerita ke Jokowi soal tiga wanita, yang bernama Maria Kristina Sergio, Siti Zaenab, dan Dwi Wulandari.
Maria Kristina ialah orang yang diduga merekrut Mary Jane dan diduga menyelundupkan Mary ke Indonesia. Selasa pagi, Maria menyerahkan diri ke polisi Filipina karena takut setelah ia mendengar namanya disebut-sebut terlibat sindikat perdagangan manusia yang terkait dengan Mary Jane.
"Saya menyampaikan ke Pak Jokowi bahwa masih ada harapan membuktikan Mary Jane tak bersalah, karena perekrut Mary Jane sudah menyerahkan diri," kata Anis.
Menurut Anis, proses hukum Maria bisa saja membuka fakta baru bahwa Mary Jane tak bersalah. Anis meyakini Mary Jane hanya seorang buruh migran yang ditipu untuk mengantar barang ke suatu tempat--padahal barang itu adalah narkoba.
"Jika tetap dieksekusi mati sedangkan hasil persidangan menyatakan Mary Jane tak bersalah, maka Indonesia menghukum mati orang tak bersalah. Saya sampaikan itu ke Pak Jokowi," ujarnya. "Tapi Pak Jokowi diam saja."
Siti Zaenab adalah terpidana mati atas kasus pembunuhan terhadap istri majikannya, Nourah Bt. Abdullah Duhem Al-Maruba, di Madinah pada 1999.
Sedangkan Dwi Wulandari adalah buruh migran yang bekerja di Filipina, yang ditangkap di terminal 1 Bandara Internasional Ninoy Aquino, Manila, pada 30 September 2012, dengan barang bukti delapan kilogram kokain. "Dwi lantas menjadi justice collaborator," ujar dia.
Sepanjang Anis bercerita, Jokowi cuma diam. "Dia mendengarkan dengan khusyu'," ujarnya. Anis mengaku tak bisa membaca bahasa tubuh Jokowi. Raut wajah Jokowi yang tanpa ekspresi juga menyulitkan Anis untuk membaca arah percakapannya dengan Jokowi.
Sampai berjabat tangan dan pulang, Anis masih lemas. "Itu energi terakhir kami yang tersisa beberapa jam sebelum eksekusi dimulai," katanya.
Usaha Anis berakhir tak nihil. Jokowi menyatakan menunda mengeksekusi mati Mary Jane, yang semula dijadwalkan pada Rabu, 29 April 2015 dini hari. "Saya sangat yakin Pak Jokowi terpengaruh upaya semua orang, mulai dari Presiden Filipina sampai suara dari media," katanya.
MUHAMAD RIZKI