TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Perempuan meminta Presiden Joko Widodo menunda eksekusi hukuman mati terhadap Mary Jane Fiesta Veloso atas dasar penyerahan diri Maria Kristia Sergio kepada polisi Filipina. Komisi menilai pelaksanaan eksekusi yang terburu-buru bisa merusak martabat bangsa yang menganut asas keadilan.
“Sebab, jika Mary Jane terbukti merupakan korban perdagangan manusia, ia tak bisa dipidanakan,” kata Ketua Komnas Perempuan Yuniyanti Chuzaifah saat dihubungi Tempo, Selasa, 28 April 2015.
Namun Yuni meminta tim kepresidenan memastikan informasi ihwal Maria Kristina. Dikabarkan, pada pukul 10 pagi Selasa ini, Maria menyerahkan diri kepada polisi Filipina karena merasa takut setelah namanya disebut-sebut merancang Mary Jane masuk ke Indonesia.
Mary Jane merupakan buruh migran yang diduga direkrut Maria Kristina. Dia akan menjalani eksekusi hukuman mati dalam beberapa hari ini, karena sebelumnya dihukum bersalah membawa 2,6 kilogram heroin di dalam koper saat tiba di Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 2010.
Sejumlah aktivis menuntut pembatalan hukuman mati terhadap Mary Jane karena meyakini wanita 31 tahun itu cuma korban sindikat narkoba yang menggunakannya sebagai kurir untuk mengantar barang—yang ternyata barang itu adalah narkoba.
Menurut Yuni, Presiden harus ekstra hati-hati terhadap pelaksanaan eksekusi hukuman mati Mary Jane. Yuni khawatir Indonesia dicap sebagai negara yang mengeksekusi orang tak bersalah. “Setelah dihukum mati, Mary Jane tak bisa dihidupkan lagi seumpama di kemudian hari ketahuan kalau ia cuma korban,” ujarnya.
MUHAMAD RIZKI