TEMPO.CO, Semarang - Kelompok penolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia di Rembang mengajukan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang yang menolak gugatan izin lingkungan Nomor 660.1/17 Tahun 2012 untuk kegiatan pertambangan PT Semen Indonesia. Proses banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya ini dilakukan sebagai sikap belum menerima putusan PTUN di Semarang.
“Langkah ini kami tempuh karena hakim PTUN Semarang belum memeriksa pokok perkara, yaitu apakah pertambangan di kawasan fungsi kars merusak lingkungan atau tidak”, kata Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan, Selasa, 28 April 2015.
Pada 16 April lalu, PTUN Semarang menolak gugatan pemohon yang terdiri dari WALHI dan masyarakat Rembang. Alasannya, gugatan telah melampaui waktu yang dipersyaratkan, yaitu 90 hari.
Hakim menyatakan penggugat telah mengikuti sosialisasi sejak tahun 2013, sedangkan gugatan baru diajukan September 2014. Penggugat meminta agar Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik sebagai landasan pembangunan pabrik semen dibatalkan.
Abetnego menilai putusan tersebut belum menyentuh pokok perkara yang disengketa, yakni pertambangan akan merusak pegunungan kars cekungan watu putih di Rembang. Abetnego khawatir jika putusan ini hanya akal-akalan untuk meloloskan indutsri ekstraktif yang merusak pegunungan Kendeng. Warga Rembang selaku penggugat, Joko Prianto, menyatakan warga masih solid menolak pertambangan PT Semen Indonesia.
Kuasa hukum WALHI, Muhnur Satyahaprabu, menegaskan akan terus melakukan kampanye penyelamatan lingkungan atas ancaman industri pertambangan di pulau Jawa. Kata dia, aktivitas pertambangan akan mengubah rona lingkungan. “Yang terkena dampaknya adalah masyarakat,” kata dia.
Kuasa hukum PT Semen Indonesia Sadly Hasibuan selaku tergugat menghargai upaya banding penggugat tersebut. “Kami akan mengikuti proses hukum yang berlaku,” kata Sadly Hasibuan.
ROFIUDDIN