TEMPO.CO, Yogyakarta - Gara-gara memindahkan posisi lilin di Vihara Buddha Prabha Yogyakarta, pengurus vihara, Agus Setyawan, menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Yogyakarta. Tindakan Agus memindahkan lilin berukuran 60 kati (inci) dan 40 kati pemberian umat itu dilarang oleh Sukiman yang juga mengaku pengurus vihara. Terjadilah pertengkaran yang juga berisi ancaman dan berujung tindak kekerasan.
"Sebenarnya ini tidak layak masuk persidangan. Karena ini masalah internal umat," kata Onchan Purba, pengacara Agus Setyawan, di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Senin, 20 April 2015.
Vihara yang terletak di Jalan Gondomanan, Yogyakarta, yang juga dikenal dengan sebutan klenteng Gondomanan ini menjadi sengketa oleh dua versi pengurus yang masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah. Vihara itu digunakan oleh tiga umat agama, yaitu umat Buddha, Kong Hu Chu, dan umat Thao.
Ketua Majelis Buddhayana Indonesia Kota Yogyakarta Suryo Purnomo (Romo Jyoti) menyatakan pelapor (Sukiman) tidak memiliki hak dan kewenangan dalam kepengurusan pengelolaan vihara. Lilin juga boleh dipindah dan juga tidak disakralkan. "Dia tidak berhak melarang Agus memindah lilin," ujar dia.
Sebaliknya kepengurusan vihara dari kelompok Sukiman menyatakan pemindahan lilin pada Februari 2014 itu merupakan tindakan terlarang. Apalagi kelompok pengurus ini yakin terjadi kekerasan terhadap Sukiman. "Rekamannya ada, ada adegan pengancaman dan bentuk kekerasan fisik yang dilakukan oleh terdakwa," kata pengacara Sukiman, Bimas Aryanta.
Saat persidangan pada Senin, 20 April 2015, majelis hakim yang diketuai oleh Barita Saragih memeriksa dua orang saksi yang diajukan oleh terdakwa. Jaksa penuntut umum menjerat Agus dengan Pasal 335 ayat 1 KUHP tentang perbuatan melawan hukum secara paksa disertai kekerasan fisik.
Di luar ruang pengadilan, pendukung Agus menggelar unjuk rasa, karena menilai kasus ini merupakan kriminalisasi pengurus yang mereka anggap sah.
MUH SYAIFULLAH