TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi Nasional Demokrat Jhonny G. Plate menilai ada keanehan dengan sistem politik akhir-akhir ini. Partai pendukung Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam pemilihan presiden 2014 lalu kini justru dipersepsikan sebagai penentang pemerintah.
"Sementara partai koalisi non-pemerintah malah memberikan dukungan penuh selama lima tahun," kata Jhonny dalam sebuah diskusi di Warung Daun, Cikini, pada Sabtu, 11 April 2015. "Yang mulanya tak mendukung kini malah jadi pendukung."
Menyadur Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Johnny mengingatkan Jokowi akan adanya penumpang gelap yang menunggu di tikungan. "Yang nikung itu biasanya lawan, bukan kawan," ujar dia.
Yang bahaya itu, menurut Jhonny, adalah lawan yang berubah menjadi kawan yang baik. "Bahaya kalau mereka ini ternyata memakai topeng."
Peneliti Center for Strategic and International (CSIS) Philips Vermonte menilai koalisi antara Koalisi Indonesia Hebat pro-pemerintah dan Koalisi Merah Putih non-pemerintah tak solid dan langgeng. Musababnya, antar koalisi beda kepentingan. "Ini fatamorgana karena diembuskan terus-menerus."
Vermonte menyarankan agar Jokowi memperbaiki pola komunikasi dengan PDI Perjuangan. Alasannya, Jokowi mendapat dukungan dari partai banteng dalam karier politiknya. "Jokowi jangan beralih koalisi," ujarnya.
PDI Perjuangan, menurut Vermonte, juga berkepentingan terhadap pemerintahan Jokowi. Kalau pemerintahan Jokowi biasa saja atau tak sukses, yang rugi juga PDI Perjuangan.
Vermonte mengatakan pemerintahan Jokowi, bagaimana pun, adalah wajah dari partai banteng. "Kalau gagal, PDI Perjuangan akan dihukum masyarakat pada 2019 dan momen pilkada."
MUHAMMAD MUHYIDDIN