TEMPO.CO, Padang - Peneliti Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan masuknya Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani dalam kepengurusan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan periode 2015-2020 menunjukkan bahwa partai banteng lebih mementingkan kebijakannya daripada kebijakan pemerintah yang diusungnya.
"Status Puan harus dianggap petugas partai di pemerintah, sehingga tak perlu dibebani sebagai pengurus partai," ujar alumnus William and Mary Law School di Amerika Serikat ini, Jumat, 10 April 2015.
Menurut Feri, seharusnya Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mencari petugas partai yang bukan menteri, meski langsung menonaktifkan Puan setelah mengangkatnya menjadi Ketua Bidang Politik dan Keamanan PDIP.
"Jangan-jangan Mega berbasa-basi di publik bahwa Puan dinonaktifkan. Pada dasarnya Puan masih punya kuasa di tubuh partai," ujarnya.
Selain itu, kata Feri, pilihan itu menunjukkan pengukuhan politik dinasti di PDI Perjuangan. "Proses kaderisasi partai tidak berbasiskan kinerja, tapi keturunan siapa," katanya.
Feri mengatakan Presiden Joko Widodo harus konsisten menjalankan kebijakannya yang melarang menteri menjadi pengurus partai.
"Jika Presiden tak berani tegas, ia bisa dianggap sebagai petugas partai di level rendah yang sulit menyikapi kebijakan partai pendukungnya," ujarnya.
Menurut dia, jika memang akan melakukan perombakan kabinet, Jokowi harus mengganti menteri yang menjadi petugas partai dan tidak mematuhi garis kerja Presiden.
"Sebenarnya reshuffle belum diperlukan jika bicara kinerja karena waktu bekerja masih pendek. Namun jika alasannya soal komitmen itu, reshuffle bisa dilakukan," ujarnya.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani kembali terpilih menjadi Ketua Bidang Politik dan Keamanan dalam Kongres PDIP meski dengan status nonaktif.
Ihwal permasalahan rangkap jabatan, Megawati mengatakan saat berlangsung proses seleksi menteri ia sudah menyampaikan kepada Presiden Jokowi bahwa kader partai tidak bisa diberhentikan hanya karena memegang jabatan eksekutif.
"Apa ada sesuatu yang salah, harus berhenti dari partai karena jabatan pemerintahan? Kalau nonaktif, silakan," kata Mega seusai penetapan pengurus PDIP dalam Kongres Bali.
ANDRI EL FARUQI|ANANDA TERESIA