TEMPO.CO, Pekanbaru - Manahan Ambarita, 62 tahun, ayah Mario Steven Ambarita—penyusup pesawat Garuda GA 177, mengaku ia dan istrinya, Tiar Sitanggang, sempat menangis saat putra sulung mereka itu meminta izin pergi merantau.
Manahan dan Tiar semula tidak setuju, tapi Mario ngotot ingin merantau mencari pekerjaan di Pekanbaru. "Dia ingin mengubah nasib," kata Manahan saat ditemui Tempo di rumahnya di Bagan Batu, Rokan Hilir, Kamis, 9 April 2015.
Manahan mengaku tidak ingin ditinggalkan putra tertuanya itu karena dia sudah tua dan sakit-sakitan. Apalagi Mario mempunyai empat adik yang masih kecil.
Yang membuat sedih, kata Manahan, Mario sempat menyampaikan firasat buruk kepada orang tuanya. "Jangan takut kehilangan aku, kan masih ada anak-anak bapak empat orang lagi," kata Mario ketika itu kepada Manahan.
Mendengar ucapan itu, kedua orang tuanya bingung dan bertanya apa maksud perkataannya. "Siapa tahu nanti terjadi apa-apa sama aku, jangan dikhawatirkan," ujar Mario kepada Manahan. "Biarlah aku pergi merantau, biar berubah nasib kita, Pak."
Mario kemudian menyampaikan bahwa ada tawaran pekerjaan dari temannya di Pekanbaru. Akhirnya kedua orang tuanya mengizinkan. Berbekal uang Rp 200 ribu, dia pun berangkat ke Pekanbaru pada Selasa, 31 April 2015. "Dia tidak pernah bercerita ingin ke Jakarta," kata Manahan.
Sesekali Manahan menyeka air mata menceritakan ambisi anaknya itu pergi merantau ke Pekanbaru untuk meraih sukses. "Alasannya pergi merantau untuk memperbaiki ekonomi keluarga," ujar Manahan.
Sejak meninggalkan rumah pada Selasa, 31 Maret 2015, bukannya kabar baik yang dia terima. Mario malah ditangkap petugas Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, karena menyusup dalam rongga ban pesawat Garuda dalam kondisi lemah.
Kisah Mario Steven Ambarita, 21 tahun, menumpang pesawat Garuda Indonesia GA 177 dari Pekanbaru ke Jakarta pada Selasa, 7 April 2015, amat mengagetkan. Mario ditemukan petugas saat keluar dari dalam rongga roda pesawat Garuda Indonesia GA 177 yang berangkat dari Bandara Sultan Syarif Kasim II, Riau, ke Soekarno-Hatta, Cengkareng, pada Selasa malam, 7 April 2015.
Petugas di apron Bandara Soekarno-Hatta pun kaget. Mario langsung dibawa ke klinik untuk diperiksa kesehatannya.
Setelah pemeriksaan 24 jam, penyidik pegawai negeri sipil Kementerian Perhubungan menetapkan warga Jalan Kapuas Ujung, Bagan Batu, Rokan Hilir, itu sebagai tersangka. Ia terbukti melanggar Undang-Undang Penerbangan.
RIYAN NOFITRA