TEMPO.CO, Jakarta - Ayah penyusup pesawat Garuda GA 177, Mario Steven Ambarita, 21 tahun, Manahan Ambarita, kerap marah melihat kebiasaan Mario menghabiskan waktu di warung Internet. Namun setiap kali diperingati, Mario justru menjawab sedang belajar banyak hal.
"Semua sudah ada di otakku, Pak. Aku sudah pintar karena Internet," kata Manahan, menirukan ucapan Mario ketika itu, Kamis, 9 April 2015.
Manahan yang ditemui Tempo di rumahnya, Jalan Kapuas, Kecamatan Bagan Sinembah, Rokan Hilir, mengungkapkan hal tersebut yang membuat Mario semakin percaya diri untuk pergi merantau. Padahal, Manahan mengaku sudah memperingatkan susah bersaing jika tidak bersekolah tinggi.
Namun Mario tetap ngotot berangkat ke Pekanbaru untuk mencari kerja. "Dia bilang jangan khawatirkan, jangan pikirkan jika nanti ada informasi yang tidak baik tentang dia," katanya.
Manahan sempat berdebat dengan Mario saat anaknya itu meminta izin pergi merantau, mengingat orang tua yang sudah tua dan sakit-sakitan. "Akhirnya saya izinkan. Saya kasih uang Rp 200 ribu buat ongkos," ujarnya, sambil menangis.
Sejak meninggalkan rumah Selasa, 31 Maret 2015, bukannya kabar baik yang dia terima. Mario malah ditangkap petugas Bandara Soekarno Hatta karena aksi nekatnya menyusup dalam rongga ban pesawat Garuda dalam kondisi lemah.
Mario menyusup dalam penerbangan Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 177 rute Pekanbaru-Jakarta pada Selasa, 7 April 2015.
Mario baru diketahui menyusup setelah keluar dari rongga roda pesawat, kemarin, di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Selasa, 7 April 2015, pukul 16.57 WIB, dengan berjalan terhuyung dan telinga mengeluarkan darah. Saat ini Mario sedang menjalani pemeriksaan di kantor Otoritas Bandara Wilayah I Soekarno-Hatta.
Setelah pemeriksaan 24 jam, Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Perhubungan menetapkan warga Jalan Kapuas Ujung, Bagan Batu, Rokan Hilir itu sebagai tersangka. Ia terbukti melanggar Undang-Undang Penerbangan
RIYAN NOFITRA