TEMPO.CO, Yogyakarta - Terdakwa kasus penghinaan terhadap masyarakat Yogyakarta, Florence Saulina Sihombing, minta dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan jaksa. Ia yakin tidak bersalah dan tidak melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Mahasiswa notariat Universitas Gadjah Mada itu menyatakan status dalam grup Path-nya tak ditujukan ke orang per orang. Apalagi ditujukan kepada suatu kelompok di Yogyakarta. "Secara spesifik tidak ada yang dihina," kata perempuan 26 tahun itu dalam sidang pleidoi di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Senin, 23 Maret 2015.
Kepada majelis hakim yang dipimpin Bambang Sunanto, Florence ngotot tidak mau disalahkan. Menurut dia, Jati Sura, lembaga yang melaporkannya, tidak tahu secara langsung status yang dia tulis pada akun Path-nya. “Hanya melihat melalui foto capture-an orang lain,” ujarnya.
Bahkan, menurut Florence, jaksa telah keliru menuntut orang. Seharusnya orang yang disidang adalah empat orang yang menyebarkan statusnya yang dinilai menghina tersebut. Empat teman Florence di Path itulah yang menyebarkan dengan meng-capture statusnya ke media sosial lain.
Sebab, grup Path adalah grup yang tertutup dan tidak ter-link ke media sosial lain, seperti Facebook atau Twitter. Terdakwa Florence tidak didampingi penasihat hukum saat membaca pleidoinya.
Dalam akunnya, Florence menuliskan kejengkelannya saat mengantre bahan bakar minyak di SPBU di Yogyakarta saat terjadi kelangkaan BBM tahun lalu. "Jogja Miskin, Tolol, dan Tak Berbudaya. Teman-teman Jakarta dan Bandung jangan mau tinggal di Yogya. Orang Jogja Bangsat, diskriminasi, emangnya aku gak bisa bayar apa, aku kesel," tulis Florence dalam akun Path-nya.
Jaksa penuntut umum R.R. Rahayu menuntut Florence hukuman penjara 6 bulan dengan masa percobaan 12 bulan. Juga, denda sebesar Rp 10 juta subsider 3 bulan kurangan. Jaksa mengenakan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik 2008.
"Terdakwa dengan sengaja menyebarluaskan kalimat bernada menghina dan mencemarkan nama baik warga dan Kota Yogya melalui Path pada Agustus 2014," kata jaksa. Sidang akan dilanjutkan Selasa, 24 Maret 2015.
MUH SYAIFULLAH