TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo mengatakan Indonesia gagal memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah. Setidaknya itu ditandai dengan tiga momentum. Pertama, kata Jokowi, terjadi pada era 1970-an, saat Indonesia mengalami oil booming atau masa jaya dengan minyaknya. Namun, Indonesia saat itu gagal membuat fondasi pembangunan berkelanjutan.
Kedua, saat Indonesia masih berjaya dengan pemanfaatan kayu pada era 1980-an. Saat itu pun Indonesia gagal mengolah manajemen sumber daya alam dengan baik. Ketiga, yakni pada era 2000-an saat dimulainya eksplorasi pertambangan secara besar-besaran. Namun yang menyedihkan, kata dia, hasil tambang Indonesia justru mendukung industrialisasi negara lain.
Jokowi menegaskan, semua kekeliruan dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam harus dihentikan. “Kekeliruan itu harus dihentikan. Sekarang," katanya pada acara penandatanganan nota Deklarasi Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam di Istana Negara, Kamis, 19 Maret 2015.
Penandatanganan nota Deklarasi Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan 29 kementerian dan lembaga negara. Kegiatan itu merupakan upaya KPK untuk mengatasi sejumlah persoalan pada pengelolaan sumber daya alam, sekaligus meningkatkan penerimaan negara demi kesejahteraan rakyat.
Ihwal penandatanganan nota Deklarasi Gerakan Penyelamatan Sumber Daya Alam, Jokowi menegaskan acara itu bukan sekadar acara simbolik. Namun perlu tindak lanjut. "Ini bukan sekadar simbolik, tapi benar-benar memulai untuk aksi bersama, bekerja bersama semua elemen bangsa untuk mengoptimalkan sumber daya alam dan memberikan manfaat pada rakyat," ujarnya.
Menurut Jokowi, sejak dulu kala sudah banyak pakta integritas dan kerja sama yang diteken. Namun, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih berada di peringkat 107 dengan poin 34. "Korupsi harus diperangi bersama. Jangan ada ego kelembagaan. Semua lembaga harus membangun sinergitas agar korupsi betul-betul kita kurangi dan hilangkan."
TIKA PRIMANDARI