TEMPO.CO, Bangkalan - Puluhan pemilik becak motor (bentor) di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, keberatan atas penyitaan bentor oleh aparat Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bangkalan. Sebab, tidak hanya disita, bentor mereka dibongkar sebelum dikembalikan.
"Saya keberatan, apa tidak ada solusi lain? Kami mau kerja apa?" kata Aryan, pemilik bentor, warga Kecamatan Blega, Sabtu, 14 Maret 2015.
Aryan berharap Pemerintah Kabupaten dan DPRD Bangkalan membuat peraturan daerah yang mengizinkan bentor digunakan di jalan raya. Dia juga menyatakan bersedia jika pemilik bentor dikenai pajak bulanan oleh pemerintah. "Yang penting kami bisa kerja. Disuruh bayar pajak, kami mau," ujarnya disertai anggukan beberapa rekannya.
Mahmud, pemilik bentor lain, mengklaim rugi Rp 5 juta karena becak motornya dibongkar polisi. Dia mengaku bingung mau bekerja apa saat bentor dilarang. "Kami berharap ada kebijakan. Toh, selama ini bentor tidak mengganggu lalu lintas," katanya.
Di tempat terpisah, Kepala Polres Bangkalan Ajun Komisaris Besar Sulistiyono menegaskan, pihaknya tidak akan berkompromi dalam soal bentor. Alasannya, keberadaan bentor tidak diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas sebagai salah satu sarana transportasi.
Bahkan, Sulistiyono melanjutkan, jika bentor yang telah disita dan dikembalikan kepada pemiliknya ditemukan beroperasi lagi di jalanan, kendaraan itu akan dibeslah lagi dan tidak akan dikembalikan. "Pokoknya, bentor tidak boleh beroperasi," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Bupati Bangkalan Mondir Rofi'i berharap para pemilik bentor memahami pelarangan bentor karena keberadaan bentor belum diatur oleh undang-undang. "Lagian selama ini belum ada uji kelayakan soal bentor sebagai angkutan umum," katanya.
Ihwal harapan pemilik bentor agar dibuatkan peraturan daerah tentang bentor, Mondir mengatakan akan mengkaji kemungkinan tersebut dengan Musyawarah Pimpinan Daerah dan DPRD Bangkalan. "Untuk sementara, saya dukung larangan bentor demi kenyamanan berlalu lintas masyarakat," katanya.
MUSTHOFA BISRI