TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya meresmikan Tim Pelayanan Penanganan Kasus-kasus Lingkungan Hidup dan Kehutanan (TP2KLHK). Tujuannya guna melayani pengaduan masyarakat seputar permasalahan lingkungan hidup dan kehutanan.
"Selama ini penyelesaian kasus oleh birokrat jarang tertangani dengan baik," kata Nurbaya, dalam peresmian tim di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, Kamis, 12 Maret 2015.
Terkadang, menurut dia, penyelesaian kasus terkedala faktor birokrasi dan aturan. Dengan adanya tim independen ini, dia berharap kasus seputar lingkungan dan kehutanan dapat segera diselesaikan.
Nurbaya mengatakan tim ini bertugas untuk menangani kasus LHK yang memakan banyak korban dari masyarakat dan merugikan negara. Di antaranya kasus konflik lahan antara masyarakat adat dan perusahaan serta kasus perusakan lingkungan.
Tim independen ini memiliki beberapa target pencapaian. Pada sektor penyelesaian konflik dan penanganan kasus, tim memiliki target capaian untuk mengembalikan dan/atau mengukuhkan hak masyarakat, pemberian akses pemanfaatan kehutanan oleh masyarakat dan korporasi, penyelesaian konflik lahan dan lingkungan melalui mediasi atau pengadilan.
Sedangkan untuk sektor pendampingan Menteri LHK dalam pemberian sanksi, tim memiliki target untuk memberikan saran penyelesaian kasus lingkungan berdasarkan beberapa faktor. Di antaranya, yaitu faktor keselamatan masyarakat, perlindungan lingkungan, dan peraturan yang berlaku di Indonesia. "Untuk peraturan yang belum ada akan segera disiapkan," ujar Nurbaya.
Secara teknis, tim ini akan dipimpin oleh Deputi Bidang Penaatan Hukum Lingkungan Kemen-LHK Himsar Sirait dan Inspektur Jenderal Kementerian Kehutanan Prie Supriadi. Tim yang beranggotakan organisasi masyarakat ini dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 24/Menhut-II/2015, yang diterbitkan pada Januari 2015.
Organisasi masyarakat yang tergabung dalam tim ini, yaitu HuMa, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Sajogyo Institute, Ecosoc Institute, Epistema, Greenpeace Indonesia, dan PH & H Public Policy Interest Group.
Hingga saat ini tim sudah menerima 143 pengaduan masyarakat terkait masalah lingkungan dan kehutanan, termasuk 40 kasus hasil inkuiri yang disampaikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejumlah kasus tersebut terdiri atas 71 kasus lingkungan, 69 kasus kehutanan, dan tiga kasus non-LHK yang terkait dengan sektor LHK.
Ketua TP2KLHK Himsar Sirait mengatakan sebanyak 22 kasus di antaranya sudah diverifikasi di lapangan dan 40 kasus akan diverifikasi. "Salah duanya, yakni kasus Tanah Bumbu dan Proyek PLTU di Batang," ujarnya di tempat yang sama. Sebanyak 81 kasus dalam proses penanganan.
Nurbaya berharap tim ini tetap menjaga independensinya dalam menyelesaikan kasus. Sehingga, kata dia, sebanyak 34 ribu lebih masyarakat yang tinggal berbatasan dengan kawasan hutan dan kawasan industri memiliki kepastian hukum saat mengalami dampak lingkungan dan kehutanan.
Selain meresmikan TP2KLHK, Nurbaya juga meluncurkan aplikasi pendeteksi kebakaran dini hutan. Aplikasi tersebut dapat dilihat dalam laman web http://sipongi.menlhk.go.id/.
Dari website ini masyarakat dapat mengakses secara langsung informasi deteksi dini kebakaran hutan dan lahan berupa data hotspot. "Tujuannya ya agar kebakaran dapat segera ditangani dan masyarakat turut serta dalam menjaga hutan," kata Nurbaya.
AMRI MAHBUB