TEMPO.CO , Jakarta:- Kepala biro komunikasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Herman Suryatman, mengakui Surat Edaran institusinya tentang larangan rapat di hotel membingungkan daerah.
Hasilnya, kata dia, kepala daerah melakukan diskresi dan tetap melakukan pertemuan di hotel. Herman mempersilakan kepada mereka jika mau konsultasi tentang aturan larangan itu.
"Menteri PAN-RB juga sedang membuat petunjuk teknis implementasi kebijakan tersebut," kata Herman saat dihubungi pada Kamis, 5 Maret 2015.
Herman mengatakan Surat Edaran itu memerintahkan agar instansi pemerintah memanfaatkan fasilitas institusinya dalam mengadakan pertemuan. Kalau tak memungkinkan, kata dia, bisa meminjam ruangan dari lembaga pemerintah lainnya. "Kalau tetap tak bisa, ya dipertimbangkan memanfaatkan fasilitas privat," kata Herman. "Asalkan tetap memakai asas kepatutan, kesederhanaan, proporsional, dan efisiensi."
Ia justru tak sepakat gara-gara tak boleh rapat di hotel, pegawai negeri batal melakukan pelayanan kepada rakyat. "Jangan sampai korbankan target kinerja," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo bakal segera menerbitkan surat edaran ke semua dinas serta pemerintah kabupaten/kota tentang dibolehkannya pelaksanaan rapat pegawai negeri sipil di hotel.
"Saya sekarang sedang menyusun surat edarannya," kata Soekarwo di Hotel Santika Surabaya, Kamis, 5 Maret 2015.
Meski tidak melarang rapat di hotel, Soekarwo menerapkan syarat yang ketat. Di antaranya adalah peserta rapat harus berjumlah di atas seratus orang dan bukan hotel berbintang lima. "Mereka yang akan mengadakan rapat di hotel juga harus melayangkan surat pemberitahuan dulu kepada Gubernur," katanya.
Kalau tidak mungkin ruangannya untuk menggelar rapat, kata dia, jangan dipaksakan membuat terop. "Membuat terop dengan diberi AC (penyejuk udara) harganya, kan, tiga kali lipat, sehingga malah tidak efisien," ujarnya.
MUHAMMAD MUHYIDDIN | EDWIN FAJERIAL