TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo hingga Kamis siang, 5 Maret 2015, belum terlihat di Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu dipanggil penyidik KPK dengan status sebagai tersangka.
"Penyidik memanggil tersangka HP untuk diperiksa," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha melalui siaran pers, Kamis, 5 Maret 2015.
Hadi menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Pajak periode 2002-2004. Hadi diduga mengubah keputusan sehingga merugikan negara Rp 375 miliar.
Hadi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal-pasal itu berbicara tentang penyalahgunaan wewenang yang dilakukan bersama-sama.
Belakangan, penanganan kasus Hadi ini seolah-olah mandek. KPK jarang melakukan pemeriksaan saksi ataupun tersangka. Tapi Wakil Ketua KPK Zulkarnain menyatakan lembaganya menjadikan kasus Hadi sebagai prioritas untuk segera dirampungkan.
Kasus ini bermula dari tindakan Hadi yang mengabulkan permohonan keberatan pajak PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melalui nota dinas bernomor ND-192/PJ/2004/ pada 17 Juni 2004. Nota dinas yang dikeluarkan mendadak tersebut menganulir penolakan keberatan Direktorat Pajak Penghasilan yang saat itu dipimpin Sumihar Petrus Tambunan.
Menurut salinan nota dinas yang diperoleh Tempo, Hadi menyebutkan sejumlah alasan pengabulan permohonan keberatan pajak BCA atas adanya koreksi fiskal pemeriksa pajak senilai Rp 5,5 triliun. Menurut Hadi, seperti disebut dalam dokumen itu, BCA dianggap masih memiliki aset dan kredit macet yang ditangani Badan Penyehatan Perbankan Nasional sehingga koreksi Rp 5,5 triliun dibatalkan.
Karena pembatalan tersebut, negara kehilangan pajak penghasilan dari koreksi penghasilan BCA senilai Rp 5,5 triliun. Menurut perhitungan KPK, negara merugi Rp 375 miliar.
MUHAMAD RIZKI