TEMPO.CO, Jambi - Sedikitnya 11 orang suku Anak Dalam di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi meninggal sejak enam bulan terakhir. Mereka yang dikenal sebagai “Orang Rimba” itu diduga tewas akibat kekurangan pangan dan air bersih.
Menurut fasilitator kesehatan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, Yomi Rivandi, kematian suku Anak Dalam paling banyak terjadi pada Januari dan Februari lalu. Selama dua bulan itu, dua orang dewasa dan empat anak meninggal. “Mereka kini dihantui kematian beruntun," kata Yomi, Senin, 2 Maret 2015.
Suku Anak Dalam kesulitan mendapatkan makanan dan air bersih karena hutan tempat mereka tinggal semakin menyempit. Untuk bertahan hidup, Orang Rimba pun semakin sering mendatangi pinggiran desa dan ladang milik warga. “Padahal, kawasan seperti itu bukan tempat yang cocok untuk berburu dan meramu,” ujar Yomi.
Berdasarkan pantauan Yomi dan kawan-kawan, dalam beberapa bulan terakhir, Orang Rimba sudah pindah-pindah ke tujuh lokasi baru. Awalnya, mereka berada di kawasan Terap dan Serenggam. Karena ada kematian anggota kelompoknya, mereka lalu pindah (melangun) ke wilayah Desa Olak Besar, lalu ke Desa Baru, dan Desa Jernih. Kemudian, mereka pindah ke pinggiran Sungai Selentik dan Sungai Telentam, di Desa Lubuk Jering, lalu ke Simpang Picco Pauh. Terakhir, mereka tinggal di Sungai Kemang Desa Olak Besar.
Tradisi melangun merupakan kebiasaan Orang Rimba setelah berduka karena ditinggal mati anggota kelompok mereka. Ketika kematian terjadi beruntun seperti akhir-akhir ini, menurut Yomi, suku anak dalam pun ketakutan dan panik. Nah, ketika melangun ke sana ke mari itu, persediaan makanan mereka semakin berkurang. “Daya tahan tubuh mereka pun menurun, hingga semakin banyak yang sakit,” kata Yomi.
Baca Juga:
Masalah lainnya, gara-gara luas hutan yang terus berkurang, suku Anak Dalam pun paceklik obat-obatan. Tumbuhan yang biasa mereka jadikan bahan untuk meramu obat tradisional semakin langka. Walhasil, di samping memerlukan bantuan makanan, “Mereka pun sangat memerlukan bantuan kesehatan,” ujar Yomi.
SYAIPUL BAKHORI